Peserta konvensi calon Presiden (Capres) Partai Demokrat yang juga Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan
mengatakan Indonesia saat ini sedang dijajah oleh Bahan Bakar Minyak (BBM),
yang diimpor dari negara lain. Pernyataan Dahlan Iskan seolah menegaskan
kembali betapa Indonesia saat ini memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap
minyak impor. Banyak dampak buruk dari ketergantungan tersebut, antara lain
tingginya subsidi BBM, terganggunya neraca perdagangan dan pelemahan rupiah,
dan dampak negatif lainnya. Ada yang mendapat untung, yakni para mafia minyak
impor. Namun, pertanyaan yang paling penting yang perlu Indonesia jawab –
pemerintah, pelaku usaha dan publik – adalah bagaimana agar Indonesia mengurangi ketergantungan yang tinggi pada
impor?
Akar dari ketergantungan impor
BBM yang tinggi adalah merosotnya produksi minyak dalam negeri, sementara
konsumsi BBM naik luar biasa drastis. Situasi akan tambah rumit bila tidak ada
langkah drastis dari pemerintah untuk mengatasi jurang antara suplai dan
permintaan terhadap BBM ini. Persoalan lain, dalam 10 tahun terakhir belum ada
lagi penemuan cadangan minyak besar setelah penemuan cadangan minyak besar di
Blok Cepu. Sayang memang, produksi puncak Cepu sebesar 165.000 barel per hari
hingga saat ini belum terealisasi. Produksi puncak yang awalnya ditargetkan
pada 2012, kemudian molor ke 2013, kini molor ke akhir 2014.
Dahlan Iskan menyorot kembali
kondisi ketahanan energi Indonesia dalam presentasinya di depan panelis
Konvensi Capres Partai Demokrat kemarin (6 Jan). Dahlan tampaknya mendapat
bisikan yang tepat soal kondisi ketahanan energi Indonesia yang rapuh. Namun,
Dahlan Iskan gagal menawarkan soluisi komprehensif terkait rapuhnya ketahanan
energi Indonesia. Dahlan Iskan menawarkan solusi pembangunan kilang minyak
dengan perkiraan investasi serta mendorong pembangunan infrastruktur gas
sehingga gas dari lapangan migas di luar pulau Jawa dapat dialirkan atau
dikirim ke pusat-pusat kota dan industri, yang kebetulan kebanyakan berada di
Pulau Jawa.
Namun, membangun kilang minyak bukan
perkara mudah. Sudah lama Pertamina berniat membangun kilang minyak baru, tapi
hingga saat ini belum terealisasi. Pertamina juga berupaya menggandeng
perushaaan migas Timur Tengah seperti Aramco dan perusahaan migas raksasa lain,
tapi hingga saat ini belum ada tanda-tanda proyek pembangunan kilang minyak
baru akan terealisasi. Salah satu faktor penghambat adalah kurangnya insentif
yang ditawarkan pemerintah.
Kalaupun Indonesia membangun
kilang, yang sejauh ini hanya berupa wacana, masalah belum selesai. Pembangunan
kilang minyak hanya menyelesaikan sebagian masalah, karena toh Indonesia tetap
harus mengimpor minyak mentah. Minyak mentah kemudian disuling (refined) untuk
menghasilkan BBM dan produk-produk derivatif lainnya.
Seharusnya Dahlan Iskan fokus
pada upaya mendorong dilakukannya eksplorasi minyak dan gas bumi di tanah air,
termasuk di lepas pantai dan laut dalam. Indonesia bakal tetap mengeluarkan
dana besar untuk mengimpor minyak dari luar negeri. Langkah prioritas
sebetulnya, mendorong perusahaan migas, baik lokal/nasional maupun
internasional (international oil companies/IOCs).
Industri migas adalah industri yang
bersifat high-capital dan high technology. Tuntutan dana besar tidak hanya saat
memasuki fase produksi, tapi juga saat melakukan eksplorasi. Apalagi, hampir
70% potensi minyak dan gas bumi di Indonesia saat ini berada di lepas pantai
dan laut dalam. Sebagian besar berada di kawasan frontier atau terisolasi
dengan infrastruktur yang hampir tidak ada.
Fokus Indonesia kedepan
seharusnya mendorong dan meningkatkan eksplorasi migas. Pada sisi yang sama
mempertahankan produksi pada blok-blok migas yang sudah atau berproduksi
seperti Blok Mahakam, dan mempercepat proyek-proyek migas yang sedang berjalan
seperti Blok Masela, Donggi-Senoro dan train-3 di BP Tangguh.
Dahlan Iskan mengatakan langkah
utama mengatasi krisis energi adalah dengan membangun infrastruktur gas. Namun,
lagi-lagi, ini hanya mengatasi 50 persen dari persoalan. Bila tidak ada
penambahan cadangan gas bumi, maka produksi gas bumi kedepan juga akan menurun
seperti minyak. Jadi, target utama Indonesia seharusnya meningkatkan cadangan
migas dengan meningkatkan kegiatan eksplorasi migas.
Sambil mendorong investasi migas,
pemerintah perlu memastikan blok-blog migas yang telah berproduksi
dipertahankan dan bila perlu ditingkatkan. Proyek-proyek migas yang sedang
berjalan perlu dipercepat dan didukung pemerintah. Untuk meningkatkan investasi
eksplorasi, pemerintah perlu mendukung dengan menciptakan iklim investasi yang
kondusif.
Menciptakan iklim yang kondusif berarti menghilangkan segala
ketidakpastian di dunia migas, termasuk ketidakpastian kontrak blok-blok migas
yang akan berakhir dalam 5 tahun mendatang. Salah satunya adalah Blok Mahakam,
yang kontraknya akan berakhir semester I 2017. Ketidakpastian kontrak akan berakibat pada tertahannya rencana investasi
dan ujungnya berdampak pada pengurangan produksi. Publik berharap pemerintah
segera membuat keputusan yang bijak terkait kontrak migas yang segara berakhir.
(*)
No comments:
Post a Comment