Monday 6 January 2014

Indonesia Harus Tingkatkan Eksplorasi Migas Agar Tidak 'Dijajah' BBM



Peserta konvensi calon Presiden (Capres) Partai Demokrat yang juga Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengatakan Indonesia saat ini sedang dijajah oleh Bahan Bakar Minyak (BBM), yang diimpor dari negara lain. Pernyataan Dahlan Iskan seolah menegaskan kembali betapa Indonesia saat ini memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap minyak impor. Banyak dampak buruk dari ketergantungan tersebut, antara lain tingginya subsidi BBM, terganggunya neraca perdagangan dan pelemahan rupiah, dan dampak negatif lainnya. Ada yang mendapat untung, yakni para mafia minyak impor. Namun, pertanyaan yang paling penting yang perlu Indonesia jawab – pemerintah, pelaku usaha dan publik – adalah bagaimana agar Indonesia mengurangi ketergantungan yang tinggi pada impor?

Akar dari ketergantungan impor BBM yang tinggi adalah merosotnya produksi minyak dalam negeri, sementara konsumsi BBM naik luar biasa drastis. Situasi akan tambah rumit bila tidak ada langkah drastis dari pemerintah untuk mengatasi jurang antara suplai dan permintaan terhadap BBM ini. Persoalan lain, dalam 10 tahun terakhir belum ada lagi penemuan cadangan minyak besar setelah penemuan cadangan minyak besar di Blok Cepu. Sayang memang, produksi puncak Cepu sebesar 165.000 barel per hari hingga saat ini belum terealisasi. Produksi puncak yang awalnya ditargetkan pada 2012, kemudian molor ke 2013, kini molor ke akhir 2014. 

Dahlan Iskan menyorot kembali kondisi ketahanan energi Indonesia dalam presentasinya di depan panelis Konvensi Capres Partai Demokrat kemarin (6 Jan). Dahlan tampaknya mendapat bisikan yang tepat soal kondisi ketahanan energi Indonesia yang rapuh. Namun, Dahlan Iskan gagal menawarkan soluisi komprehensif terkait rapuhnya ketahanan energi Indonesia. Dahlan Iskan menawarkan solusi pembangunan kilang minyak dengan perkiraan investasi serta mendorong pembangunan infrastruktur gas sehingga gas dari lapangan migas di luar pulau Jawa dapat dialirkan atau dikirim ke pusat-pusat kota dan industri, yang kebetulan kebanyakan berada di Pulau Jawa.

Namun, membangun kilang minyak bukan perkara mudah. Sudah lama Pertamina berniat membangun kilang minyak baru, tapi hingga saat ini belum terealisasi. Pertamina juga berupaya menggandeng perushaaan migas Timur Tengah seperti Aramco dan perusahaan migas raksasa lain, tapi hingga saat ini belum ada tanda-tanda proyek pembangunan kilang minyak baru akan terealisasi. Salah satu faktor penghambat adalah kurangnya insentif yang ditawarkan pemerintah.

Kalaupun Indonesia membangun kilang, yang sejauh ini hanya berupa wacana, masalah belum selesai. Pembangunan kilang minyak hanya menyelesaikan sebagian masalah, karena toh Indonesia tetap harus mengimpor minyak mentah. Minyak mentah kemudian disuling (refined) untuk menghasilkan BBM dan produk-produk derivatif lainnya. 

Seharusnya Dahlan Iskan fokus pada upaya mendorong dilakukannya eksplorasi minyak dan gas bumi di tanah air, termasuk di lepas pantai dan laut dalam. Indonesia bakal tetap mengeluarkan dana besar untuk mengimpor minyak dari luar negeri. Langkah prioritas sebetulnya, mendorong perusahaan migas, baik lokal/nasional maupun internasional (international oil companies/IOCs). 

Industri migas adalah industri yang bersifat high-capital dan high technology. Tuntutan dana besar tidak hanya saat memasuki fase produksi, tapi juga saat melakukan eksplorasi. Apalagi, hampir 70% potensi minyak dan gas bumi di Indonesia saat ini berada di lepas pantai dan laut dalam. Sebagian besar berada di kawasan frontier atau terisolasi dengan infrastruktur yang hampir tidak ada. 

Fokus Indonesia kedepan seharusnya mendorong dan meningkatkan eksplorasi migas. Pada sisi yang sama mempertahankan produksi pada blok-blok migas yang sudah atau berproduksi seperti Blok Mahakam, dan mempercepat proyek-proyek migas yang sedang berjalan seperti Blok Masela, Donggi-Senoro dan train-3 di BP Tangguh.

Dahlan Iskan mengatakan langkah utama mengatasi krisis energi adalah dengan membangun infrastruktur gas. Namun, lagi-lagi, ini hanya mengatasi 50 persen dari persoalan. Bila tidak ada penambahan cadangan gas bumi, maka produksi gas bumi kedepan juga akan menurun seperti minyak. Jadi, target utama Indonesia seharusnya meningkatkan cadangan migas dengan meningkatkan kegiatan eksplorasi migas. 

Sambil mendorong investasi migas, pemerintah perlu memastikan blok-blog migas yang telah berproduksi dipertahankan dan bila perlu ditingkatkan. Proyek-proyek migas yang sedang berjalan perlu dipercepat dan didukung pemerintah. Untuk meningkatkan investasi eksplorasi, pemerintah perlu mendukung dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif. 

Menciptakan iklim yang kondusif berarti menghilangkan segala ketidakpastian di dunia migas, termasuk ketidakpastian kontrak blok-blok migas yang akan berakhir dalam 5 tahun mendatang. Salah satunya adalah Blok Mahakam, yang kontraknya akan berakhir semester I 2017. Ketidakpastian kontrak akan berakibat pada tertahannya rencana investasi dan ujungnya berdampak pada pengurangan produksi. Publik berharap pemerintah segera membuat keputusan yang bijak terkait kontrak migas yang segara berakhir. (*)

No comments:

Post a Comment