Monday 24 February 2014

Politisi Demokrat Lebih Baik Bicara Berantas Korupsi, Bukan Jualan Isu Blok Mahakam



Saat sebagian besar masyarakat Indonesia menikmati akhir pekan kemarin, para politisi Demokrat terlibat debat panas. Salah satu topik yang diangkat dalam perdebatan itu adalah soal Blok Mahakam, salah satu blok migas tua yang berada di Kalimantan Timur. Gita Wirjawan, yang telah mengundurkan diri sebagai Menteri Perdagangan setuju blok tersebut dikelola oleh bangsa sendiri. Membaca pernyataan tersebut di media-media online, saya geleng-geleng kepala. Bukan soal isunya, tapi soal siapa yang membahas soal topik tersebut. Kemudian muncul pertanyaan di kepala, yang juga boleh jadi menjadi pertanyaan banyak orang. Mengapa para politisi Partai Demokrat ‘menjual’ isu yang hangat dan juga menjadi persoalan utama bangsa ini saat ini, yakni KORUPSI?

Mantan menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan bahwa dia tidak ada keraguan dalam bahwa Blok Mahakam mutlak dimiliki dan dikelola oleh bangsa sendiri. Gita tampaknya terbawa oleh isu nasionalisme yang ditiupkan oleh sekelompok masyarakat dan mendikotomikan antara ‘bangsa sendiri’ dan bukan bangsa sendiri atau asing.

Masalah utama dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Indonesia, termasuk minyak dan gas bumi, bukan masalah asing atau bangsa sendiri. Tidak ada jaminan sumber daya alam (SDA) yang dikelola bangsa sendiri, akan menyejahterakan rakyat Indonesia. Demikian juga sebaliknya, tidak ada jaminan SDA dikelola asing akan menyejahterakan rakyat. Bisa jadi perusahaan lokal dapat lebih menyejahterakan rakyat Indonesia. Demikian juga, perusahaan asing atau kehadiran perusahaan atau investor asing dapat lebih menyejaherakan rakyat Indonesia.

Persoalan utama dalam pengelolaan SDA di Indonesia, termasuk minyak dan gas bumi, adalah pengelolaan yang tidak benar dan tidak bertanggung jawab. Bahkan, pendapatan dari industri SDA yang masuk ke rekening pemerintah (APBN), lebih banyak bocornya daripada yang disalurkan ke masyarakat atau rakyat melalui belanja negara setiap tahun. Puluhan dan bahkan ratusan triliun uang menguap setiap tahun dari SDA Indonesia yang begitu kaya.

Penyalahgunaan SDA ini bahkan sudah terjadi sejak tahun 1970-an, dan masih terjadi hingga saat ini. Saat industri migas berada di bawah kendali BUMN Migas (Pertamina), Indonesia memiliki kemampuan terbatas untuk mengembangkan industri migas, maka pemerintah pun mengundang investor asing. Para pejabat elit pemerintah selama 10 tahun, termasuk BUMN Migas, dimanjakan oleh kehadiran investor/perusahaan migas asing. Eksplorasi dan produksi migas lebih banyak diserahkan ke investor/perusahaan migas global, dan pemerintah serta BUMN Migas Indonesia hanya terima bersih. Kondisi ini yang membuat Pertamina terlambat bangun dan berkembang.

Saat era reformasi, Pertamina ditantang untuk menjadi korporasi. Banyak kemajuan yang telah dicatat Pertamina selama 10 tahun terakhir, namun, perlu upaya lebih keras lagi untuk menyamai Petronas.  Sayangnya, pengelolaan SDA Indonesia bukan membaik malah memburuk. Korupsi merajalela dari pusat hingga ke daerah. Buktinya? Banyak pejabat-pejabat daerah kaya raya, terutama di daerah-daerah penghasil sumber daya alam, seperti di Kalimantan. 

Banyak pejabat  yang berkongkalikong dengan pengusaha, menilep hasil uang pengelolaan SDA, untuk kepentingan pribadi. Lihat saja, sudah puluhan bahkan ratusan orang sudah masuk tahanan atau sedang dalam proses pengadilan akibat korupsi, yang sebagian besar terkait penyalahgunaan anggaran, korupsi tender, dan lainnya.

Karena itu, tidaklah tepat ketika para politisi Demokrat atau Calon Presiden Partai Demokrat berbicara spesifik terkait satu blok minyak dan gas, dalam hal ini Blok Mahakam. Justru, pernyataan para politisi Demokrat memancing tanya dan keraguan di masyarakat. Ada apa? Mengapa para calon presiden PD tiba-tiba berbicara Blok Mahakam? Apakah ada pesanan dari pihak-pihak tertentu. Bukankah ada isu-isu lebih penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak? Mengapa para politisi demokrat tidak menjadikan isu korupsi sebagai isu atau jualan utama? 

Ini penting karena masalah utama yang membuat Indonesia terpuruk dan tidak maju-maju ialah KORUPSI dan derivatifnya – penyalahgunaan kekuasaan, gratifikasi, dan lain-lain.

Tidak hanya Gita, Dino Pati Djalal dan beberapa Capres Partai Demokrat juga berbicara hal yang sama. Seperti sudah disetting oleh pihak tertentu. Dan memang benar, pernyataan Gita maupun Dino Pati Djalal yang juga mantan Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat, justru mendapat kritikan, sinisme dan komentar-komentar miring dari masyarakat.

Publik mempertanyakan para politisi PD ini, yang tiba-tiba menjadi ahli semua hal, termasuk pengelolaan blok minyak dan gas bumi. Mereka tiba-tiba berbicara bak malekat. Sumber Daya Alam Indonesia, khususnya Blok Mahakam dikelola oleh bangsa sendiri untuk kesejahteraan rakyat dan anak cucu.

Saya heran, mengapa korupsi bukan menjadi topik utama yang diperdebatkan? Puluhan tahun pemasukan dari SDA Indonesia telah dikorupsi dan menguap setiap tahun. Kemanakah uang SDA itu. Puluhan dan ratusan triliun perusahaan-perusahaan yang bergerak di pengembangan SDA, ngemplang alias tidak mau bayar pajak. Akibatnya, rakyat dirugikan. Seharusnya, isu memberantas Korupsi menjadi topik utama.  Apa yang bisa dilakukan oleh PD untuk memberangus praktik-praktik korupsi di Tanah Air?

Soal Blok Mahakam, biarlah yang berkompeten yang berbicara, dalam hal ini Kementerian ESDM. Mengelola blok-blok migas bukan soal apa dan siapa, tapi siapa dapat mengoptimalkan pengelolaan sebuah blok migas. Biarkan pemerintah melakukan evaluasi yang menyeluruh dan mendalam, siapa yang akan mengelola Blok Mahakam kedepan. Seharusnya isu pengelolaan sebuah blok tidak dipolitisasi. 

Siapapun operator blok Mahakam kelak, pemerintah harus bisa menjamin produksi Blok Mahakam tetap berlanjut, tidak terganggu, dan bahkan justru dapat memberi kontribusi lebih kepada negara. Sepanjang operator dapat menjamin produksi berlanjut dan lebih optimal lagi dan ada komitmen investasi besar setiap tahun, operator tersebut yang dipilih.Operator blok Mahakam kelak bisa jadi operator yang sekarang, Total E&P Indonesia (dan Inpex), atau bisa juga joint-operating antara operator lama dan pemain baru. Yang terpenting produksi Blok Mahakam dapat dioptimalkan.

Pengelolaan sebuah blok migas adalah soal kompetensi, soal pengalaman, soal penerapan teknologi, soal bagaimana mengurangi risiko. Bukan soal bangsa sendiri dan asing. Rakyat sudah muak dikibulin terus oleh para politisi, yang cuma ingat rakyat sebelum pemilu. Semua menjual isu ‘menyejahterakan rakyat’ saat kampanye, tapi setelah terpilih, rakyat sudah tidak diperhatikan lagi. Rakyat hanya dipakai sebagai obyek penerita, bukan subyek yang harus diutamakan.

Sudah tidak pada tempatnya lagi untuk mempertentangkan kehadiran perusahaan asing atau investor asing di Indonesia. Mengapa? Karena terkadang, perusahaan nasional dan bangsa sendiri justru membawa malapetaka bagi bangsanya sendiri. Contoh lumpur lapindo. Akibat salah ngebor, Sidoarjo terkubur, puluhan ribu warga mengungsi, kampung-kampung tenggelam, fasilitas-fasilitas publik rusak. Parahnya lagi, akibat kelalaian perusahaan migas, pemerintah melalui APBN justru membail-out dengan membayar sebagian ganti rugi ke warga. Pemerintah berkongkalikong dengan pemilik dan perusahaan Lapindo untuk membayar ganti rugi ke masyarakat. (*)

Tuesday 18 February 2014

Pemerintah Indonesia Diharapkan Tidak Biarkan Blok Mahakam Dikelola Asal-Asalan



Kalimantan Timur adalah salah satu provinsi yang paling kaya Indonesia ditopang oleh sumber daya alam yang melimpah seperti batubara, minyak dan gas bumi serta perkebunan. Pejabat-pejabat pemerintahnya juga kaya raya, mulai dari gubernur, bupati hingga, camat. Sayang provinsi Kalimantan Timur ini sering menghadapi krisis listrik. Sebuah ironi, provinsi yang kaya ini tidak bisa menyuplai listrik ke warganya. Lebih ironinya, pemimpin-pemimpin daerahnya terkadang mondar-mandir ke ibu kota dengan pesawat jet pribadi sewaan.

Saat era otonomi daerah diterapkan, para bupati dan gubernur di daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seolah mendapatkan panggung untuk mengeruk kekayaan, terkadang dengan mengatasnamakan rakyat. Berbagai peraturan daerah (Perda) dikeluarkan, sayang lebih sering bertabrakan dengan undang-undang. Korupsi pun merajalela.

Lihatlah jumlah kepala daerah – bupati, gubernur sera anggota DPRD--, yang kini tersangkut kasus korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan. Korupsi sudah mewabah dari pusat hingga ke daerah.

Banyak pengamat ide awal otonomi daerah sebenarnya dimaksudkan untuk pemerataan pembangunan. Karena itu, sebagian wewenang pemerintah pusat diserahkan ke daerah, termasuk izin-izin skala tertentu. Daerah juga mendapatkan porsi yang lebih besar dari hasil sumber daya alam, yang dikembalikan oleh pemerintah pusat ke pemeritnah daerah melalu DAU (dana alokasi khusus), dana bagi hasil (DBH) untuk daerah-daerah penghasil sumber daya alam, semisal minyak dan gas bumi. Namun, yang terjadi, cukup banyak daerah bertindak seperti raja-raja kecil.

Di tengah kondisi memprihatinkan ini, Bupati Kutai Timur Irsan Noor, yang juga merupakan seorang tokoh Kaltim serta ingin maju jadi calon presiden dari jalur independen,  meniup isu nasionalisme minyak dan gas bumi, terutama Blok Mahakam. Dia mengatakan sudah lebih dari 40 tahun blok mahakam dikelola Total E&P Indonesie. “Masak sumber daya manusia (SDM) kita tidak mampu? Kalau belum mampu, mereka harus belajar. Tapi saya kira SDM dan keuangan kita mampu,” ujar Irsan Noor.

Bupati Kutai Timur ini meminta semua pihak untuk tidak ragu terhadap kemampuan negara ini. Begitu juga semua kepala daerah di Kaltim diminta turut memperjuangkan sumur migas itu seluruhnya dikelola negara, lanjut Iran Noor.

Pertanyaannya, mengapa beliau tidak melanjutkan dengan mengatakan mengapa blok-blok migas di lepas pantai Kalimantan Timur dan laut dalam Selat Makassar sekalian dikembangkan tanpa investor asing? Yang pasti, sebuah blok minyak dan gas bumi tidak bisa dikelola asal-asalan, berdasarkan sentimen-sentimen kepentingan pribadi.

Menarik untuk menyimak pernyataan Irsan Noor. Pertama, apakah pernyataan dia dalam kapasitasnya sebagai Bupati Kutai Timur, calon Presiden (capres) atau tokoh Kalimantan Timur. Kedua, apakah dia menyampaikan pernyataan tersebut mewakili pihak-pihak tertentu atau sebagai pernyataan dia sebagai seorang bupati.

Ketiga, apakah Irsan Noor membuat pernyataan tersebut setelah melakukan assessment atau penilaian terhadap kondisi Blok Mahakam? Jangan-jangan pernyataan dibuat hanya sebagai upaya menggalang opini dan kekuatan politik demi melenggang maju menuju kursi RI-1?

Bagi mayoritas publik, yang paling penting pengembangan sebuah blok migas adalah manfaat yang diberikan kepada negara atau ekonomi bangsa. Pengelolaan sebuah blok raksasa yang begitu kompleks seperti Blok Mahakam, oleh pemerintah daerah atau pemerinah pusat hanya mengandalkan modal nekat, sentimen nasionalisme sempit, tidak tepat, dan bahkan dapat menjadi bumerang.

Pengembangan proyek-proyek migas di blok-blok yang kompleks seperti Blok Mahakam, blok-blok laut dalam di Selat Makassar, dll membutuhkan perencanaan yang matang dan presisi. Tidak ada ruang untuk melakukan kelalaian. Perencanaan yang matang harus dibarengi dengan dukungan modal yang kuat dan pengetahuan yang mendalam tentang kondisi sebuah blok migas.

Blok Mahakam merupakan salah satu blok migas yang paling kompleks, tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia. Karakter reservoir migas di perut bumi tersebar dan kecil-kecil, sehingga dibutuhkan pengeboran ratusan sumur setiap tahun untuk mempertahankan produksi.

Seperti apa yang diungkapkan oleh salah seroang Bupati Kalimantan Timur, mengembangkan blok Mahakam “idak bisa dilakukan asal-asalan”. Nafsu mengembangkan sebuah blok migas yang kompleks, tanpa menganalisasi dan mengevaluasi kemampuan diri justru akan membawa malapetaka dan terganggungya proyek pengembangan blok.

Dengan praktek-praktek korupsi yang merajalela dan pengelolaan sumber daya alam yang belum optimal, tampaknya tidak tepat dan tidak bijaksana bila pengelolaan blok Mahakam diserahkan begitu saja ke operator yang belum berpengalaman atau operator yang kemampuannya diragukan.

Praktek-praktek pengelembungan aset pribadi masih terjadi dan tampaknya masih akan terus terjadi baik di pusat maupun pemerintah daerah. Padahal pengelolaan sebuah blok migas membutuhkan keahlian, investasi, pengetahuan, profesionalisme dan komitmen investasi yang tinggi seperti yang telah diperlihatkan oleh operator Blok Mahakam. 

Saat ini BlokMahakam dioperasikan oleh Total E&P Indonesia dengan mitranya Inpex Corp. Kontrak pengelolaan blok Mahakam oleh Total (dan Inpex) akan berakhir tahun 2017. Publik berharap pemerintah segera memutuskan operator Blok Mahakam pasca 2014 dan memilih operator yang tepat. Diharapkan pemerintah mempertimbangkan segala aspek, technology capacity, komitmen investasi dan pengalaman dalam memutuskan operator blok Mahakam. (*)

Tuesday 11 February 2014

Indonesia Masih Butuh Investor Asing Untuk Kembangkan Industri Migas

Pada tanggal 11 Februari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akhirnya menetapkan pemenang lelang rekayasa, pengadaan, konstruksi dan instalasi (EPCI- engineering, procurement, construction, installation) untuk mengembangkan dua lapangan migas laut dalam, Jangkrik dan Jangkrik North East. Menurut data perusahaan, letak natural gas reservoir berada di kedalaman 2,449 meter di bawah dasar laut, dengan kedalaman air laut sekitar 425 meter.

Perusahaan menggolongkan kedua lapangan tersebut sebagai laut dalam karena sudah mendekati kedalaman air laut 500 meter di bawah permukaan. Apalagi gas reservoir masih harus dibor lagi di bawah dasar laut dengan kedalaman dua kilometer. Bisa dibayangkan proyek pengembangan blok ini termasuk kompleks.

Oleh karena itu, seluruh proses dan tahapan yang dilakukan pasti akan melalui proses yang sangat njelimet, hati-hati dan menuntut desain, perencanaan, pengadaan dan pengerjaan proyek yang sangat matang. Jadi, tidak heran bila SKK Migas tidak main-main dan menetapkan pemenang EPCI sebagai perusahaan-perusahaan kelas dunia yang sudah berpengalaman dengan proyek-proyek laut dalam. 

Proyek EPCI-1 diberikan kepada Konsorsium PT Saipem Indonesia, PT Tripatra Engineers and Constructors, PT Chiyoda International Indonesia, dan Hyundai Heavy Industries Co. Ltd. Proyek EPCI-2 yang meliputi pembangunan fasilitas penerimaan di darat, jaringan pipa, dan peralatan pendukung lainnya, dimenangkan oleh Konsorsium PT. Technip Indonesia-Technip Geoproduction (M) Sdn. Bhd.

Sedangkan proyek Engineering Procurement-3 untuk membangun sistem produksi bawah laut,  sistem pengendalian, dan peralatan pendukung, diberikan kepada PT FMC Santana Petroleum Equipment Indonesia.

Nama-nama seperti Saipem dan Technip adalah dua perusahaan raksasa dunia yang merajai pengembangan proyek-proyek lepas pantai dan laut dalam di seluruh dunia. Beruntung banyak pekerja-pekerja, insinyur dan tenaga ahli Indonesia bekerja di perusahaan-perusahaan EPC kelas dunia tersebut, tidak hanya di Indonesia tapi juga di Afrika, Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Selatan.

Proyek Muara Bakau PSC merupakan salah satu dari beberapa proyek migas besar yang sedang dikembangkan Indonesia. Proyek laut dalam lain yang sedang dikembangkan adalah proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) yang terletak di Selat Makassar. Proyek IDD ini dikembangkan oleh Chevron, perusahaan raksasa migas asal Amerika Serikat. 

Saat ini, operator masih menunggu keputusan final investasi (FID), suatu tahapan penting sebelum proyek direalisasikan. FID akan menentukan berapa investasi yang akan dibenamkan dan detail proyek tersebut sudah diputuskan. Proyek IDD menghubungkan beberapa blok sekaligus, yakni Blok Ganal, Blok Makassar Strait, Blok Muara Bakau, dan Blok Rapak. Dalam keempat blok tersebut, ada lima lapangan utama yang akan dikembangkan yaitu Lapangan Bangka, Gehem, Gendalo, Maha, dan Gandang.

Disamping kedua proyek, ada beberapa proyek raksasa lain yang akan dikembangkan, yaitu lapangan Abadi, di Blok Masela, yang dikembangkan oleh Inpex Corp (operator) dan Shell. Mitra lokal PT Energi Mega Persada yang memiliki 10 persen participating interest di blok tersebut telah menjual kepemilikannya. Pengembangan lapangan Abadi, termasuk floating LNG (FLNG) diperkirakan akan menelan investasi US$5,5 miliar atau sekitar Rp55 triliun lebih.

Indonesia diuntungkan dengan masuknya pemain-pemain raksasa untuk mengembangkan blok-blok migas yang tergolong rumit di Indonesia, yang menuntut teknologi tinggi dan biaya investasi yang besar.

Disamping itu, ada beberapa lapangan migas besar juga yang telah berproduksi tapi akan dikembangkan lebih lanjut, yaitu Blok Mahakam dan Blok Tangguh di Papua Barat. Blok Mahakam, yang merupakan kontributor gas bumi (LNG) terbesar Indonesia telah berproduksi selama kurang lebih 40 tahun dan memberi sumbangan yang besar tidak hanya ke pendapatan negara tapi juga lapangan kerja dan efek berantai dari kehadiran blok tersebut di Kalimantan Timur. Puluhan ribu pekerja yang menggantungkan hidupnya di Blok Mahakam. Ratusan mitra kerja, kontraktor dan suplier yang mendapatkan manfaat dari pengembangan blok tersebut.

Sejauh ini sudah 80% potensi Blok Mahakam telah dikembangkan, dan diperkirakan masih ada sisa 20% cadangan yang masih dikembangkan lebih lanjut. Kontrak Total E&P Indonesie (operator) dan mitranya Inpex Corp dalam mengembangkan proyek tersebut akan berakhir tahun 2017.

Disaat Indonesia membutuhkan banyak gas bumi, maka pemerintah perlu memastikan bahwa proyek-proyek migas yang sedang berjalan dapat dipertahankan dan bahkan dioptimalkan, sementara proyek-proyek baru dipercepat. Seperti yang kita ketahui, peran gas bumi kian penting di Indonesia. Publik dan pelaku industri tentu ingin produksi blok-blok migas yang ada, termasuk Blok Mahakam, dapat terus berlanjut dan dioptimalkan. Karena itu, tetap perlu dikelola oleh operator-operator kelas dunia yang mumpuni.

Blok Mahakam masih strategis walaupun sudah tua. Karena itu, pemerintah perlu mempelajari segala aspek, termasuk aspek teknis dan non-teknis, risiko, optimalisasi produksi (pendapatan negara) dalam memutuskan operator Blok Mahakam pasca 2017. Operator (Total E&P) dan Inpex telah mengajukan perpanjangan, namun hingga saat ini pemerintah belum membuat keputusan. Mudah-mudahan pemerintah segera membuat keputusan karena ini terkait dengan rencana investasi dan optimalisasi produksi dari blok tersebut.

Melihat berbagai proyek migas besar yang rumit tersebut di atas, baik yang terletak di laut dalam, maupun yang terletak di rawa-rawa (Blok Mahakam) menunjukkan bahwa Indonesia saat ini dan kedepan masih membutuhkan investor-investor besar industri migas untuk mengembangkan potensi sumber daya migas yang ada. Karena itu, penting bagi pemerintah untuk menjaga iklim investasi agar tetap kondusif. (*)