Tuesday 27 January 2015

Freeport Diperpanjang Hingga 2031?

PT Freeport Indonesia
Di tengah kisruh KPK vs Polri, tiba-tiba masyarakat dihebohkan dengan berita yang datang dari ujung Papua sana. Namun pemerintah membantah telah memutuskan perpanjangan izin usaha pertambangan khusus PT Freeport Indonesia hingga 2031 mendatang. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R Sukhyar telah memberikan pernyataan bahwa sejauh ini belum ada pernyataan dari pemerintah terkait hal tersebut.

Dia menerangkan bahwa  amandemen kontrak karya belum selesai. Oleh sebab itu, dalam enam bulan ke depan pemerintah bersama Freeport akan menyelesaikan poin-poin yang tertunda dan menyepakati poin-poin tambahan yang diajukan pemerintah.

“Makanya kita perpanjang (Memorandum of Understanding-nya). Memang tidak bisa dilepaskkan dengan pembangunan smelter. Karena dalam MoU pertama itu kewajiban pembangunan smelter harus menunjukkan perkembangan,” terang Sukhyar.

Sukhyar menjelaskan  bahwa perkembangan pembangunan smelter itu pun akan menjadi indikator bagi pemerintah untuk memberikan perpanjangan izin ekspor konsentrat. “Kalau dia tidak ada kemajuan, maka tidak bisa ada ekspor kosentrat,” tandas Sukhyar.

Sukhyar menerangkan lebih lanjut bahwa hasil dari pembahasan amandemen selama enam bulan mendatang inilah yang akan mengungkapkan apakah izin operasi Freeport bakal diperpanjang sampai 2031 atau tidak.

“Sekarang belum ada perpanjangan itu. Belum ada statement mengenai perpanjangan operasi,” kata Sukhyar.

Sukhyar membenarkan bahwa Freeport meminta agar pemerintah memberikan perpanjangan izin operasi. Namun, keputusan pemerintah terkait perpanjangan izin operasi Freeport tergantung kemajuan amandemen kontrak.

Sepertinya pemerintah harus lebih transparan dalam memutuskan hal ini. Adapun pemerintah seharusnya tidak menggantung-gantung keputusan yang seharusnya sudah diberikan kepastian yang jelas.


Contoh lain juga adalah nasib blok Mahakam. Pemerintah berjanji dari jaman SBY untuk memberikan kejelasan nasib, namun hingga pemerintahan sudah berganti sekarang juga masih belum jelas juga.

Thursday 22 January 2015

Pertamina Cari Pinjaman Sana-Sini Demi Gengsi Kelola Blok Mahakam

Pertamina
Sebegitu gengsinya PT Pertamina (Persero) untuk bisa mengelola Blok Mahakam sendiri. Pertamina menyatakan bahwa mereka akan mencari pinjaman untuk mengambil alih Blok Mahakam, Kalimantan Timur yang akan habis kontrak pada 2017. Saat ini blok tersebut masih dikelola oleh Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation.

"Untuk pembiayaan Blok Mahakam, kita ada dana sendiri dan dari pinjaman. Karena kita masih punya ruang pendanaan," terang Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto.

Tetapi dia tidak dapat menjelaskan secara detil besaran porsi pinjaman utang dan dana sendiri dari Pertamina untuk kelola Blok Mahakam. Hal ini dikarenakan belum adanya keputusan dari stakeholder.

Pemerintah juga belum memberikan tanggapan terkait perpanjangan kontrak Blok Mahakam. Dwi memberikan keterangan bahwa Pertamina belum mendapat mandat langsung, apakah harus menggandeng asing atau mengelola 100 persen blok Mahakam.

"Belum, kita masih bicara dengan pemerintah. Kita kan belum ditunjuk. Tapi kita minta mayoritas," terangnya.

Sebenarnya Pertamina mengakui bahwa mereka tidak menutup diri untuk kembali menggandeng operator lama yakni Total E&P Indonesia dan Inpex Corporation.

Hal ini bertujuan agar tidak menurunkan produksi minyak dan gas (migas) yang diperkirakan masih memiliki cadangan sangat besar di blok yang terletak di Kalimantan Timur.

"Paling tidak standar minimumnya Pertamina harus mayoritas dan operator. Apakah konsep pengikutsertaan Total batas kisaran porsi berapa persen. Soalnya yang dikehendaki itu, Pertamina mayoritas dan operator," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha.

Sebelumnya, Pertamina akan menggandeng Total E&P Indonesie dalam pengelolaan blok Mahakam. "Mungkin kita akan memperhatikan (menggandeng) Total. Karena mereka yang tahu kondisi sumur yang ada. Supaya (produksi) kesinambungannya tidak terputus," tandas Dwi Soetjipto.

Untung saja Dwi dan para politikus itu masih memiliki pandangan yang realistis terkait pengelolaan blok Mahakam tersebut. Sayang sekali apabila blok sepontensial blok Mahakam menjadi mandul akibat dari gengsi Pertamina semata untuk mengelola sendirian.


Kita lihat saja bagaimana keputusan akhir terkait blok ini yang katanya akan diputuskan bulan depan.

Friday 16 January 2015

Cadangan Penyangga Minyak Indonesia

Sonny Keraf
Pemerintah akan mempercepat pembangunan cadangan penyangga dalam menyikapi tren penurunan harga minyak dunia. Soalnya sampai saat ini Indonesia belum memiliki cadangan penyangga.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan Dewan Energi Nasional (DEN) telah menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo mengenai rekomendasi pembangunan cadangan penyangga. "Sekarang ini kita hanya punya cadangan operasional sekitar 18-20 hari. Kalau bisa menimbun minyak sampai 30 hari, syukur-syukur bisa sampai ditambah 30 hari lagi. Kita ini lemah, konsumsi BBM meningkat tapi cadangan tidak punya," ujar Sudirman.

Sudirman mengatakan bahwa pemerintah segera menyusun peta jalan atau roadmap pembangunan cadangan penyangga tersebut. PT Pertamina (persero) sudah diminta menghitung besaran investasi yang dibutuhkan. Pasalnya untuk menambah cadangan satu hari membutuhkan anggaran hingga Rp 1,2 triliun. "Pertamina sedang menghitung berapa modal kerja yang dibutuhkan dan di mana saja penyimpanan cadangan itu. Saya juga minta DEN untuk melakukan kajian lebih lanjut," jelasnya.

Selain membangun tangki penyimpanan baru, Pertamina juga sedang mendata ulang tangki penyimpanan milik Badan Usaha Milik Negara yang 'menganggur'. Dengan begitu maka bisa dipetakan kapasitas penyimpanan yang dibutuhkan. "Dalam pandangan para ahli penurunan harga ini bisa hingga tahun depan. Yang terpenting pemerintah selalu waspada," katanya.

Kordinator Bulanan Dewan Energi Nasional (DEN) Sonny Keraf sebelumnya meminta pemerintah untuk membeli minyak sebanyak-banyaknya ketika harga selagi murah. Minyak tersebut dibeli sebagai cadangan penyangga. Hal ini disebabkan karena Indonesia belum memiliki cadangan nasional.

"Hasil rapat kami, intinya kami memutuskan pemerintah harus memanfaatkan penurunan harga untuk membangun cadangan energi. Kita bisa beli minyak dan kita simpan dengan berbagai cara," pungkasnya.

Sonny menyampaikan bahwa hasil rapat ini akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Tetapi dia mengakui belum merinci banyaknya minyak yang harus dibeli serta ketersediaan tangki di Indonesia. Pasalnya kemampuan membeli minyak itu tergantung dari ruang fiskal yang merupakan domain pemerintah. "Negara lain punya cadangan penyangga. Indonesia belum punya. Kalau tiba-tiba terjadi krisis minyak bagaimana," tukasnya.

Sementara itu anggota DEN bidang Teknologi Andang Bachtiar menambahkan, pemerintah bisa membangun tangki penyimpanan agar kapasitas cadangan penyangga lebih besar. Dana investasi pembangunan itu bisa berasal dari anggaran penghematan subsidi BBM atas penurunan harga minyak dunia.

Selain disimpan di kilang, Andang bilang minyak yang dibeli itu bisa disimpan di 'perut bumi' Indonesia. Caranya melalui teknologi injeksi yang sudah dilakukan oleh Amerika Serikat. "Injeksi minyak itu belum pernah dilakukan di Indonesia. Kita punya banyak reservoar dari jaman Belanda. Kita impor minyak dan dimasukan ke situ," jelasnya.


Penting juga untuk mengkritisi blok-blok migas strategis di Indonesia. Apabila Indonesia mampu memaksimalkan blok-blok tersebut, tentunya berkat produksi minyak yang tinggi akan bisa menghasilkan surplus yang bisa digunakan sebagai cadangan penyangga. Seperti di Blok Mahakam misalnya, produksinya harus tetap dimaksimalkan. Kalau berganti operator secara keseluruhan tentunya akan mempengaruhi tingkat produksi minyal.

Thursday 15 January 2015

Saran Membangun Untuk Pertamina

Widhyawan Prawiraatmaja
Ada kritik yang sangat membangun yang ditujukan untuk PT Pertamina (Persero). Pemerintah berharap agar Pertamina dapat lebih mandiri untuk menjadi perusahaan energi kelas dunia.

Kepala Pengendali Kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widhyawan Prawiraatmaja berpesan agar Pertamina tidak terus-menerus dimanjakan oleh kebijakan proteksi dari pemerintah bila ingin menjadi perusahaan kelas dunia pada 2025.

“Sektor hilir rugi, sehingga dibuat bagaimana supaya ada untung di hilir. Akhirnya, Pertamina diberi ruang fiskal yang cukup agar bisa membuat kilang dan infrastruktur lain di sektor hilir. Namun, kalau BBM-nya impor, biayanya bisa 104% dari MOPS,” katanya.

 Jika BBM diproduksi di dalam negeri dari kilang-kilang milik Pertamina,  menurutnya, dapat dihasilakan bahan bakar rata-rata 109% atau lebih tinggi dari Mean of Platts Singapore (MOPS).

“Pemerintah berkomitmen ini tidak boleh rugi, jadi dirata-rata 109%. Namun, kalau ini kelamaan, ini justru akan membawa masuknya pesaing bagi Pertamina. Jadi, memang harus diproteksi, tapi jangan terlalu lama. Pertamina seharusnya sudah cukup dewasa,” tandasnya.

Widhyawan menyatakan juga agar Pertamina menjadi perusahaan kelas dunia, BUMN tersebut juga dilarang anti pati terhadap kerja sama asing. Meskipun demikian, dia meminta Pertamina tetap menjadi pemegang saham mayoritas dengan porsi kepemilikan 51%.

 “Kalau mau menjadi world-class company, harus kerja sama dengan oil majors. Kita ini susah, karena tidak mau bareng-bareng. Misalnya untuk Blok Mahakam, tidak mungkin diambil semua. Supaya tidak ada eksodus, maka harus berkolaborasi, agar produksinya juga tidak anjlok. Pokoknya, pendapatan di sektor hilir, jangan terlalu lama diproteksi,” tegasnya.

Poin yang disampaikan mengenai harus menggandeng perusahaan yang sudah lebih maju harus dipertimbangkan dengan baik. Terutama karena Blok Mahakam selama ini memiliki produktivitas yang tinggi. Apabila tiba-tiba Pertamina mengelola kesemuanya sendiri, tentu produktivitasnya akan menurun.


Untuk itu sebaiknya Pertamina menggandeng Total E&P Indonesie dalam mengelola Blok Mahakam. Pertamina akan mendapat ilmu dan teknologi dari perusahaan sekaliber Total.