Seorang pejabat senior Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Republik Indonesia, mengatakan saat ini
pemerintah sedang menyiapkan Peraturan tentang Perpanjangan Kontrak blok-blok minyak dan
gas bumi (migas). Pernyataan tersebut muncul saat pemerintah sedang melakukan
evaluasi blok-blok migas yang kontraknya akan berakhir dalam jangka waktu beberapa tahun kedepan. Mengapa
peraturan tersebut penting?
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Hendra Fadly, di Jakarta Kamis (24/10) mengatakan Kementerian ESDM sedang menyiapkan aturan tentang kontrak-
kontrak yang akan berakhir. "Mudah-mudahan bisa selesai secepatnya," ungkapnya kepada media.
Peraturan tersebut penting mengingat
selama ini belum ada ketentuan yang jelas mengenai langkah-langkah yang perlu
dilakukan bila kontrak sebuah blok migas akan berakhir. Belum ada ketentuan
yang mengatur masalah transisi, bila ada perubahan skema pengembangan blok
pasca kontrak berakhir. Belum ada ketentuan yang jelas yang mengatur perubahan
split atau kepemilikan bila kontrak blok migas diperpanjang.
Akibatnya, setiap blok migas yang
kontraknya akan berakhir selalu mengundang polemik yang tiada ujung karena
masing-masing pihak menonjolkan kepentingannya sendiri-sendiri, bukan
kepentingan negara dan bangsa. Ketidakjelasan ini hanya membuka ruang bagi bagi
kelompok-kelompok masyarakat untuk memperjuangkan kepentingan kelompoknhya,
ketimbang kepentingan negara. Bahkan ada kelompok-kelompok kepentingan tertentu
yang kelewat baas dengan mengancam merdeka bila keinginannya tidak ditanggapi
oleh pemerintah.
Tentu sah-sah saja masukan-masukan
yang disampaikan oleh masyarakat, namun, tentu pemerintah harus punya
pertimbangan-pertimbangan serta prioritas-prioritas tersendiri dalam membuat
keputusan mengenai nasib sebuah blok migas yang akan berakhir. Pertimbangan-pertimbangan
utama tentu kepentingan negara dan bangsa, jaminan kelanjutan produksi, risiko
yang bakal dihadapi, komitmen investasi kedepan dan apakah produksi migas pasca
kontrak berakhir akan memberi manfaat lebih pada negara atau tidak.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut harus dinyatakan dengan jelas di dalam
peraturan tersebut. Misalnya, split mungkin akan berubah bila kontrak
diperpanjang untuk memastikan kontribusi ke negara menjadi lebih besar. Sebuah
masa transisi perlu ditentukan dengan jelas untuk jangka waktu tertentu bila
terjadi perubahan operator.
Dari dulu memang ada kecenderungan pemerintah
untuk memperpanjang pengelolaan sebuah blok. Pada era Undang-Undang Migas No
8/1971, Pertamina cenderung memperpanjang kontrak. Sebagai contoh tahun 1997, Pertamina yang
saat itu menjadi pelaku usaha sekaligus pengatur industri hulu migas, memperpanjang
kontrak Blok Mahakam, tidak diambil oleh Pertamina saat itu untuk dikelola
sendiri. Keputusan tersebut dapat dipahami karena saat itu pemerintah dan
Pertamina tak ingin mengambil risiko dengan mengambil alih karena sekitar 25-30
persen produksi gas dan 8 persen produksi minyak berasal dari Blok Mahakam. Pertimbangan
risiko ini juga tampaknya akan menjadi salah satu pertimbangan Pemerintah dalam
membuat keputusan terkait Blok Mahakam atau blok-blok migas lainnya yang
kontraknya akan berakhir.
Apa jadinya bila produksi malah terganggu atau
menurun bila operator sebuah blok migas diganti ? Padahal pemerintah diberi
mandat oleh Undang-Undang dan rakyat melalui wakil-wakil di parlemen untuk
mencapai target produksi atau lifting migas setiap tahun. Patokannya adalah
produksi dan lifting migas setiap tahun.
Beberapa blok migas yang kontraknya akan berakhir
dalam waktu dekat adalah blok Siak dengan operator Chevron Pacific Indonesia (27
November 2013), blok Gebang dengan operator JOB Pertamina-Costa (2015), blok
Mahakam dengan operator Total E&P Indonesia (Maret 2017), Offshore North West Java (2017), dan blok
Tuban (2018).
Blok-blok yang akan berakhir dalam waktu hingga
10 tahun kedepan antara lain, blok Bula dikelola oleh Kalrez Petroleum, Seram
Non Bula (Citic), Pendopo dan Raja (Pertamina-Golden Spike) dan Jambi Merang
yang akan berakhir pada 2019. Pada tahun yang sama kontrak South Jambi B,
Malacca Strait, Brantas, Salawati, Kepala Burung Blok A, Sengkang dan Makassar
Strait Offshore Area A juga akan berakhir.
Rencana
pemerintah untuk membuat peraturan mengenai perpanjangan blok-blok migas penting.
Peraturan yg jelas dibutuhkan sehingga ada pegangan bagi operator maupun
pemerintah bila kontrak berakhir. Peraturan tersebut diharapkan mengatur soal
masa transisi bila terjadi peralihan operatorship atau diperpanjang.
Peraturan
tersebut sangat dinantikan karena akan menciptakan kepastian bagi pemerintah
maupun operator blok-blok migas yang kontraknya akan habis. Yang terutama
sebenarnya keberanian pemerintah dalam membuat keputusan apakah kontrak
pengelolaan blok migas diperpanjang atau tidak atau dibuat skema baru. Dalam
kasus Blok Siak, misalnya, diperlukan ketegasan pemerintah untuk membuat
keputusan sehingga tidak terkatung-katung seperti saat ini sehingga produksi
menurun. Demikian juga blok-blok lain, seperti Blok Mahakam. Dibutuhkan ketegasan
dari pemerintah untuk membuat keputusan sehingga produksi blok tersebut tidak
terganggu dan menurun saat memasuki periode kontrakberakhir akibat diulurnya
waktu oleh pemerintah membuat keputusan terkait perpanjangan (atau tidak)
pengelolaan blok tersebut.
Diharapkan
Peraturan pemerintah tersebut akan memberikan landasan hukum dan peta yang
jelas bagi pemerintah dalam membuat keputusan sehingga kepentingan negara dan
bangsa diutamakan. (*)