Thursday 11 June 2015

Nasib Freeport Sudah Diputuskan, Bagaimana dengan Blok Mahakam?

Freeport
Akhirnya ada juga kejelasan nasib kontrak pertambangan Freeport. Pemerintah sudah memutuskan akan memperpanjang izin operasi PT Freeport Indonesia di wilayah tambang Papua selama 20 tahun.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa kepastian kelanjutan operasi selama 20 tahun tersebut menyusul persetujuan Freeport mempercepat perubahan rezim kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sebelum kontrak berakhir pada 2021.

"Dengan perubahan KK menjadi IUPK ini, operasi Freeport bisa diperpanjang 20 tahun," terangnya menjelaskan hasil pertemuan Menteri ESDM Sudirman Said dengan Freeport.

Kalau percepatan IUPK itu bisa dilakukan pada 2015, dengan diperpanjang 20 tahun, kontrak Freeport akan berakhir 2035.

Menurut Dadan, pertimbangan pemberian kelanjutan operasi kepada Freeport setelah 2021 dikarenakan perusahaan tambang raksasa asal AS itu membutuhkan kepastian sebelum menggelontorkan investasinya.

Freeport berencana mengeluarkan investasi sebesar 17,3 miliar dollar AS yang terdiri atas 15 miliar dollar AS untuk tambang bawah tanah dan infrastruktur, serta 2,3 miliar dollar untuk "smelter".

Akhirnya diputuskan juga nasib Freeport. Setelah Freeport, harusnya pemerintah juga harus menyelesaikan PR berikutnya yakni mengenai nasib Blok Mahakam.


Sudah banyak rumor yang beredar mengenai nasib Blok Mahakam ke depannya, namun belum ada keputusan yang pasti dan resmi dari pemerintah. Padahal kepastian itu adalah sesuatu yang sangat penting.

Tuesday 9 June 2015

Aceh Membentuk SKK Migas Sendiri

SKK Migas
Ada gebrakan baru di bidang energi di Serambi Mekah. Pemerintah Provinsi Aceh sudah mendapat restu dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ikut mengelola lapangan minyak dan gas yang ada di wilayah administrasinya‎. Restu tersebut‎ ditandai dengan telah keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Aceh.

Dengan terbitnya PP tersebut, pemerintah pusat dan Pemprov Aceh akan secara bersama-sama mengelola wilayah kerja (WK) migas yang berada di darat ataupun perairan di Aceh.

"PP 23/2015 adalah turunan dari UU Aceh Tahun 2006 yang sudah lama diputuskan yang sebelumnya tentunda pelaksanaannya. Jadi nanti terserah Gubernur Aceh (Abdullah Zaini) untuk mengelola lapangan migas di wilayahnya, karena kami telah memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk menata diri," ujar Menteri ESDM Sudirman Said.

Untuk mengawal pengelolaan lapangan migas di Aceh, Sudirman mengatakan, pemerintah pusat juga akan akan membentuk Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA) yang bertugas melakukan pelaksanaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu migas di Aceh.

"Jadi semacam SKK Migas-nya (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas) Aceh," terang dia.

Sudirman menjelaskan bahwa pembentukan BPMA ini dimaksudkan untuk menjamin pengambilan sumber daya alam migas milik negara, yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

Tanpa adanya lembaga penanggung jawab yang jelas maka kegiatan usaha di sektor hulu migas seperti eksplorasi dan eksploitasi di Serambi Mekah tersebut, akan rentan permainan oleh perusahaan-perusahaan yang mendapat hak pengelolaan wilayah kerja sehingga penerimaan negara baik ke Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah menjadi tidak maksimal.

"Saya juga sudah pesan pada Pak Gubernur Aceh, tolong di-support expert karena SKK migas kan punya pengalaman lebih, butuh bantuan, butuh sistem, best practice, kita akan dukung supaya nyambung," tukasnya.


Memang mungkin sudah saatnya bagi daerah untuk memiliki wewenang lebih dalam mengelola kekayaan alamnya.  Pemerintah pusat seringkali kurang fokus dan kurang handal dalam mengelola daerah. Semoga saja pembentukan ini memang akan berdampak positif bagi Aceh.