Fasilitas produksi BP Tangguh |
Salah satu cara untuk mendorong kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi di
Indonesia adalah dengan memberikan insentif fiskal. Namun, yang terjadi saat
ini adalah dis-insentif fiskal berupa pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam
kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi (Migas).
Pengenaan pajak pada kegiatan eksplorasi migas dinilai pelaku industri migas
menjadi salah satu biang keladi rendahnya tingkat investasi pada kegiatan
eksplorasi atau pencarian ladang minyak dan gas bumi di Indonesia.
Presiden
Indonesia Petroleum Association (IPA) Lukman Mahfoedz dalam keterangan
tertulisnnya mengatakan pengenaan pajak tersebut dinilai tidak sejalan dengan
keinginan pemerintah menggiatkan aktivitas ekplorasi di Tanah Air. Karena itu,
ia meminta pemeirntah untuk meninjau kembali PBB di kegiatan eksplorasi. Tujuan
penghapusannya adalah untuk meningkatkan iklim investasi dan situasi yang
kondusif serta untuk mendorong pengusaha hulu migas agar lebih aktif lagi,
terutama ekplorasi di lepas pantai dan frontier area.
Logikanya sebetulny sederhana. Kegiatan eksplorasi
adalah kegiatan pencarian minyak dan gas bumi. Kegiatan eksplorasi bisa
berhasil menemukan cadangan minyak dan gas yang cukup untuk diproduksi, tapi
bisa juga gagal menemukan cadangan minyak dan gas. Bagi pelaku industri,
kegiatan eksplorasi dipandang sebagai investasi, bila berhasil menemukan akan
menghasilkan return yang tinggi. Namun, bila gagal menemukan cadangan migas,
maka investasi tersebut dinilai gagal.
Pengalaman pelaku industri migas saat ini, dalam
kegiatan eksplorasi migas, tingkat keberhasilannya adalah sekitar 10-20
percent. Artinya kemungkinan gagal lebih besar kemungkinan “berhasil” menemukan
cadangan minyak. Pada tahun 2011, misalnya, perusahaan-perusahan migas
eksplorasi mencatat sekitar US$800 juga dianggap investasi yang hilang karena
tidak menemukan cadangan migas.
Kegiatan eksplorasi migas memang seharusnya dianggap
sebagai investasi, karena itu wajar bila pelaku industri migas meminta
pemerintah untuk menghapus pengenaan pajak dan bumi (PBB) pada kegiatan eksplorasi
migas. Saat ini merupakan momen tepat untuk menghapus pajak PBB pada kegiatan
eksplorasi migas.
Perhitungan
dan pengenaan PBB tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 79/2010.
Berdasarkan peraturan itu, perusahaan-perusahaan migas diwajibkan untuk
membayar PBB dengan memperhitungkan seluruh luas wilyah kerja lepas pantai
walaupun belum dimanfaatkan seluruhnya. Itu memberatkan mengingat ukuran dan
besaran blok eksplorasi mencapai ribuan kilometer persegi.
Direktorat
Jenderal Pajak (DJP), lanjut Lukman, akhir Juni 2013 lalu mengeluarkan tagihan
PBB untuk tahun 2012 dan 2013 mencapai total sebesar Rp2,6 triliun kepada 15
perusahaan hulu migas yang mengoperasikan 20 blok eksplorasi lepas pantai.
Besaran PBB berkisar antara Rp40 miliar hingga Rp190 miliar per blok. Jumlah
ini bahkan melebihi anggaran kegiatan ekplorasi di blok itu sendiri. “Sulit
bagi pengusaha migas membayar PBB tersebut, padahal eksplorasi belum tentu
berhasil. Kemudian, kalaupun berhasil, area yang dimanfaatkan juga hanya sebagian
kecil dari wilayah tersebut,” jelasnya.
Pada
konteks ini kita mendukung langkah IPA untuk menyurati Direktor General
Perpajakan (Dirjen Pajak) untuk menghapus pengenaan PBB pada perusahaan
ekplorasi minyak dan gas bumi.
Kementerian ESDM tampaknya mendukung langkah IPA
untuk meminta pemerintah untuk merevisi penetapan Pajak Bumi dan Bagungan dalam
kegiaan eksplorasi. Dukungan tersebut tercermin pada pernyataan Wakil Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Susilo Siswo Utomo Jumat lalgu.
Publik,
khususnya pelaku industri migas, tentu berharap agar permintaan penghapusan PBB
eksplorasi migas dihapuskan saja. Pemerintah memang akan rugi dalam jangka
pendek karena kehilangan sumber pajak tapi akan mendapat manfaat berkali lipat
dalam jangka menengah panjang. Beberapa
perusahaan migas baik yang besar maupun kecil sedang giat-giatnya melakukan
eksplorasi migas. Perusahaan-perusahaan minyak besar yang sudah besar seperti
Total E&P Indonesie, BP, Chevron tentu akan terdorong untuk meningkatkan
kegiatan eksplorasi. Perusahaan-perusahaan yang sedang naik daun seperti Niko
Resources, yang saat ini fokus di laut dalam, tentu juga akan meningkatkan
investasi mereka.
Tugas pemerintah adalah menciptakan iklim investasi yang
positif sehingga investor, baik lokal maupun asing terdorong untuk meningkatkan
investasi pada kegiatan eksplorasi. (*)