Monday 2 September 2013

Keamanan Energi, Kepentingan Nasional dan Nasionalisasi



Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ir Susilo Siswoutomo saat diangkat menjadi diberitugas oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono untuk melakukan segala upaya memastikan keamanan energi (energy security) di negara berpenduduk 240 juta jiwa ini.

Ketika dilantik awal tahun ini, Presiden SBY mengatakan bahwa kebutuhan energi di Indonesia semakin meningkat tajam, baik listrik maupun bahan bakar minyak dan bahan bakar gas. Maka itu, diperlukan kebijakan dan manajemen yang tepat untuk memastikan kebutuhan tersebut terpenuhi.

Presiden berharap Kementerian ESDM dan SKK Migas dapat memainkan perannya secara maksimal, termasuk di bidang pengawasan sektor minyak dan gas, serta untuk memenuhi target produksi (lifting) minyak dan gas dalam negeri.

Negara-negara besar seperti Amerika atau negara-negara Asia Timur, energy security merupakan hal yang strategis. Energi dibutuhkan oleh industri-industri agar aktivitas produksi tidak terganggu. Energi dibutuhkan berupa listrik maupun minyak atau gas. Tanpa energi atau bila terjadi gangguan terhadap pasokan energi aktivitas industri dipastikan terganggu, dan ujung-ujungnya akan berpengaruh pada ekonomi makro.

Bayangkan misalnya pasokan gas ke PLN Jawa Timur dari lapangan-lapangan migas di pantai timur Jawa atau di perairan seputar pulau Madura terganggu, bisa dipastikan suplai listrik di kota Surabaya dan Jawa Timur dapat terpengaruh. Bila pasokan terganggu cukup lama, maka otomatis itu akan mengganggu ekonomi makro.

Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo
Demikian juga misalnya, terjadi pasokan gas alam ke pembangkit listrik PLN di Jakarta Utara atau tempat-tempat lain, yang berasal dari lapangan gas alam di Sumatera, ataupun gas alam (LNG) dari Blok Mahakam ke FSRU (floating storage regasification unit) di lepas pantai utara Jakarta, tertanggu, pasokan listrik PLN ke industri-industri dan rumah tangga pun terganggu.

Situasi ini memberikan gambaran bahwa suplai energi itu sangat penting. Berbagai blok migas yang berproduksi menghasilkan minyak dan gas alam memainkan peran penting untuk mengamankan pasokan minyak dan gas alam di Indonesia. Perlu dicatat bahwa blok minyak dan gas tersebut ada yang dioperasikan oleh perusahaan migas dalam negeri seperti Pertamina dan anak perusahaannya, Medco, dan perusahaan migas lokal lain, tapi sebagiannya dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan migas internasional.

Pada titik ini, perusahaan-perusahaan minyak dan gas tersebut, terlepas apakah itu perusahaan lokal atau asing, memproduksi minyak dan gas untuk kepentingan nasional. Para pekerja di perusahaan migas tentu merasa bangga mereka mengambil bagian dalam upaya memenuhi kebutuhan energi nasional. Dan itu tidak terbatas pada mereka yang bekerja di perusahaan migas nasional tapi juga anak-anak muda yang perusahaan migas asing.

Bagi pejabat pemerintah seperti Susilo Siswo Utomo, Wamen, mandat yang diberikan kepadanya, seperti yang disampaikan oleh Presiden SBY, tentunya mengamankan pasokan energi. Ini juga berarti yang terpenting adalah kepentingan nasional, bukan nasionalisasi. Nasionalisasi justru akan menjadi bumerang bagi Indonesia karena saat ini Indonesia masih membutuhkan investasi besar-besaran di industri migas untuk meningkatkan produksi minyak dan gas alam.

Pertamina, misalnya, membutuhkan investasi ratusan triliun rupiah untuk mengembangkan Block East Natuna bersama mitra-mitranya. Demikian juga Blok Masela, dibutuhkan investasi ratusan triliun untuk mengembangkan blok raksasa gas alam yang terletak di laut Arafura (offshore). Pengembangan Blok East Natuna dan Block Masela tidak hanya membutuhkan nilai investasi tinggi tapi juga teknologi tinggi. Ini menjadi tantangan bagi Pertamina untuk mengembangkan Blok East Natuna maupun Inpex dalam mengembangkan Blok Masela.

Investasi untuk mengembangkan industri migas, baik untuk eksplorasi maupun untuk produksi, akan terus meningkat, apalagi sebagian besar blok yang belum atau yang akan dikembangkan berada di lepas pantai (offshore). Sebagian berada di lokasi yang sangat rumit karena berada di laut dalam (deepwater/deepsea).

Pesannya, mustahil saat ini bagi Indonesia untuk memberikan beban kepada perusahaan migas nasional seperti Pertamina atau Medco untuk bertanggungjawab atas pemenuhan kebutuhan minyak dan gas nasional. Apalagi investasi di industri migas tergolong sangat tinggi. Maka, tidak mengherankan bila perusahaan migas biasanya melakukan farm-out (menjual) sebagian Participating Interest (saham) ke perusahaan migas lain untuk membagi risiko. Itu yang dilakukan oleh Inpex dengan mengundang Shell, perusahaan minyak dan gas Belanda, atau Total E&P Indonesie, yang bermitra dengan Inpex dalam mengembangkan Blok Mahakam.

Untuk konteks keamanan energi atau energy security di Indonesia, maka yang paling penting dan paling utama adalah Kepentingan Nasional. Pertimbangan utama dalam mengembangkan sebuah blok migas adalah apakah perusahaan kontraktor tersebut akan mampu memproduksi minyak dan gas alam untuk kepentingan nasional. Bila, kemudian Indonesia akan menasionalisasi perusahaan migas, seperti yang didengungkan berbagai pengamat belakangan ini, justru akan menjadi bumerang bagi Indonesia. Pasokan energi bisa terganggu, yang berarti energy security terganggu.

Karena itu, dalam menyerahkan blok migas negara untuk dikembangkan oleh sebuah perusahaan migas, entah perusahaan lokal atau perusahaan migas dunia (MNC), pertimbangan utama adalah apa yang terbaik bagi Kepentingan Nasional. Dalam pengembangan blok-blok yang kontraknya akan berakhir, pertimbangan utama tentunya: Apa yang terbaik untuk Kepentingan Nasional?

Pertimbangan kepentingan nasional serta aspek-aspek teknis kemampuan mengembangkan sebuah blok, komitmen investasi, kemampuan teknologi, pengalaman dan risiko, tentu semua itu menjadi pertimbangan utama. Bukan aspek sentimen atau sentimen nasionalisme sempit yang kian menjadi alat bagi sebagian pengamat atau politikus untuk mendapatkan simpati publik jelang Pemilu 2014. Pertimbangan aspek kepentingan nasional ini juga dibutuhkan dalam memutuskan apakah hak operatorship Blok Siak, Blok Mahakam dan blok-blok migas lainnya yang kontrak operatorship berakhir dalam 5 tahun ke depan.

Karena itu, pernyataan Wamen Susilo Siswoutomo terkait kontrak Blok Mahakam pasca 2017 minggu lalu, harus dilihat dalam konteks kepentingan nasional. Konteks yang terbaik untuk kepentingan negara.
Susilo Siswoutomo mengatakan kehadiran Total E&P Indonesie di Blok Mahakam masih akan dibutuhkan. Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci apakah Total E&P akan tetap menjadi operator, atau menjadi operator untuk periode tertentu saja, kemudian dilanjutkan oleh Pertamina, atau skema-skema lain.
"Total akan tetap dilibatkan karena masalah ini tidak bisa hanya sekedar dijalani dengan seperti biasa," ujar Susilo kepada wartawan.
Pengelolaan Blok Mahakam tidak cukup hanya mengandalkan uang, teknologi dan pengalaman. "Uang dan teknologi serta pengalaman tidaklah cukup untuk mengelola Blok Mahakam, karena diperlukan faktor keempat yaitu pengambilan risiko," ujarnya.
"Jadi semua itu kita evaluasi, yang jelas ESDM tidak berkepentingan untuk merugikan negara, tidak ada rencana permainan di zaman yang serba semua disadap, kalau misalkan ada tuduhan buat ini lah itu lah ya janganlah," kata Susilo.
Kini bola ada di pemerintah untuk mengambil keputusan terkait pengembangan blok-blok migas, yang kontraknya akan berakhir, termasuk Blok Mahakam, yang akan berakhir 2017. Ada 5 blok migas lain yang kontraknya akan berakhir dalam 5 tahun kedepan. (*)

No comments:

Post a Comment