Tuesday 24 June 2014

Korupsi Seputar SKK Migas di Indonesia

Lagi-lagi penyelamat Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan taringnya, dan industry migas menunjukkan sisi wajahnya yang gelap. Sebagai kelanjutan dari tertangkapnya mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini, KPK menahan Artha Meris Simbolon, Presiden Direktur PT Parna Raya Industri.

Kasus suap SKK Migas ini sudah menjatuhkan Rudi, yang divonis tahun penjara, pelatih golfnya Deviardi, yang menjadi “bagman” Rudi divonis 4 tahun 6 bulan penjara, dan Komisaris PT Kernel Oil Private Limited Simon Gunawan Tanjaya divonis tiga tahun penjara.

Rudi Rubiandini mengenakan rompi KPK


Rudi terbukti bersalah menerima uang dari Meris sebesar 522.500 dollar AS agar Rudi memberikan persetujuan menurunkan formula harga gas untuk PT Kaltim Parna Industri. Tentunya hal ini sangat merugikan negara, yang kehilangan pendapatan negara hasil kekayaan bumi kita bersama. 

Meskipun Meris tidak mengakui perbuatannya, namun hasil sadapan KPK yang diperdengarkan di persidangan Rudi berkata lain. Berikut adalah percakapan antara Meris dengan Deviardi yang meminta agar Deviardi menyampaikan agar Rudi memaksimalkan negosiasi penurunan formula harga gas dengan PT Kaltim Pasific Amoniak (KPA):

Deviardi: Kemarin sudah ketemu Popi. Perkembangannya bagus, luar biasa.
Meris: Izin ya bang, kalau boleh dibilang ke Pak Rudi kalau bisa dimaksimalkan yang 1,7 lagi, negosiasinya ke KPA, gitu ya bang.
Deviardi: Kemarin Popi sudah maksimal, kita juga negosiasinya maksimal. Teknisnya biar dipegang Popi. Biar jangan terlalu banyak campur tangan. Biar Popi teknisnya semuanya.
Meris: Om Rudi yang turun tangan sendiri kan bang.
Deviardi: Iya, iya.
Meris: Bapak nitip maksimal bang untuk negosiasi terakhirnya itu turun AS$5 di KPA-nya. Soalnya sekarang masih 2,6. Maksudnya kalau Ketua turun, ya udah final. Bilang Pak Popi ya.
Deviardi: Abang kawal terus.
Meris: Besok abang kira-kira siang atau bisa ketemu kita dimana ya?
Deviardi: Abang ikut dimana aja. Yang penting Meris sehat selalu, bapak sehat selalu, semua sehat selalu
Meris: Pokoknya kalau udah ditelepon sama Abang Ardi, udah 86 artinya nih
Deviardi: Siap, siap, oke.
Meris: Makasih banyak, salam buat Pak Rudi bang. Take Care bang. Bye.

Pada pagi sampai siang hari Selasa 24 Juni, Meris diperiksa penyidik KPK, lalu keluar dari gedung KPK menggunakan rompi tahanan. Katanya, keluarga dari direktur perusahaan pupuk ini menangis menyaksikan ibunda dibawa ke rumah tahanan Cipinang. 

Uang yang berputar di bidang energi memang sangatlah banyak dan menggiurkan. Korupsi yang merajalela di Indonesia juga mungkin menemukan puncaknya di bidang ini. Dihukumnya seorang mantan Kepala SKK Migas semoga bisa menjadi tamparan bagi pelaku korupsi di industri ini. Karena apabila dimanfaatkan dengan baik, tentunya Indonesia yang kaya akan sumber daya energi ini akan bisa mensejahterakan rakyatnya, tidak habis terpotong masuk ke kantong para koruptor.

Setelah ini, akankah KPK menahan Sutan Batoeghana? Dalam amar putusan Rudi pada 29 April lalu, majelis hakim menyebutkan bahwa Rudi pernah menyerahkan 200.000 dollar AS kepada Sutan. Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat ini sudah ditetapkan sebagai pada 14 Mei lalu. Pendiri Partai Demokrat ini diduga kuat telah menerima pemberian hadiah terkait pembahasan APBN-P Kementerian ESDM 2013. 

Thursday 19 June 2014

Mengapa Rencana Pembangunan Kilang Minyak Selalu Kandas?

Kilang Balongan
Isu BBM subsidi tampaknya terus menjadi perhatian publik. Kedua pasangan calon presiden dan calon wakil Presiden, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla, juga mengangkat isu ini. Isu BBM bersubsidi tak akan pernah pudar sepanjang pemerintah terus mempertahankan anggaran subsidi BBM yang besar, yang nilainya ratusan triliun setiap tahun.
 
Pertanyaannya, mengapa pemerintah terus mempertahankan BBM bersubsidi? Alasannya, bila dijual ke konsumen sesuai harga pasar, harganya akan tinggi, sehingga sulit dijangkau oleh rakyat kebanyakan. Saat ini pemerintah melalui Pertamina mengimpor BBM dari Singapura, sebagai hub perdagangan minyak bumi di Asia. Petral, yang menjadi agen impor minyak milik Pertamina, mengatur impor minyak. Tender pun dilakukan di Singapura. 

Indonesia mengimpor minyak dan produk minyak yang tidak bisa diproses (refined) di dalam negeri oleh kilang-kilang milik Pertamina. Hanya separuh minyak di proses di kilang-kilang Pertamina, selebihnya diimpor. Oleh karena itu, harganya menjadi tinggi. Padahal, bila seluruh produk minyak diproses di kilang dalam negeri harganya bisa lebih murah.

Selama ini, publik bertanya-tanya kenapa pemerintah tidak segera membangun kilang minyak baru? Ada kesan, ada pihak-pihak tertentu yang menghambat pengembangan kilang dalam negeri, karena bila ada kilang baru, ada pihak tertentu (importir) yang dirugikan. Benarkah? Publik tidak tahu dengan pasti. 

Yang jelas, publik ingin harga BBM murah dan subsidi berkurang dan ini bisa dilakukan bila ada pembangunan kilang baru dan pada saat yang sama produksi minyak dalam negeri meningkat. Sehingga, Indonesia tidak bergantung pada impor.

Seperti yang kita ketahui, pembangunan kilang terakhir di Indonesia adalah Kilang Balongan sejak 1990-an lalu. Setelah itu tidak ada lagi pembangunan kilang di Indonesia. Pertamina dan pemerintah telah membahas rencana membangun kilang baru, namun hingga saat ini belum terealiasi dengan alasan bermacam-macam seperti margin yang tipis, kurangnya minat investor, dll.


Kapasitas kilang Indonesia saat ini mencapai  1,2 juta barel per hari. Sedangkan produksi minyak Indonesia yang dapat diolah di kilang dalam negeri hanya sekitar 649.000  barel per hari. Angka ini masih jauh di bawah konsumsi bahan bakar domestik yang mencapai kisaran 1,5 juta barel per hari per hari.


Memiliki kilang minyak yang cukup dibutuhkan untuk mendukung program ketahanan dan kemandirian energi. Sektor ini harus diperhatikan secaraserius oleh kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) RI. Sektor energi merupakan pilar pembangunan perekonomian nasional maupun ekonomi kerakyatan yang saat ini digembar-gemborkan dan mendapat perhatian penuh dari para kontestan pemimpin negeri.


Menurut Pusat Studi Kebijakan PUblik (PUSKEPI) pembangunan kilang jangan dilihat dari nilai keekonomian atau keuntungan bagi investor saja , namun harus di utamakan sebagai upaya untuk ketahanan energi Indonesia, sekaligus hal yang bisa meningkatkan martabat bangsa serta menjadi kebanggaan rakyat Indonesia bahwa bangsa ini pada dasarnya tidak perlu sangat bergantung dengan negara tetangganya atau dunia luar lainnya. 

Adanya pertambahan kilang di negeri ini juga mampu menekan "larinya" devisa keluar negeri. Dan tentu saja adanya pembangunan kilang baru tentu berdampak langsung terhadap pengurangan pengangguran.

Masyarakat Indonesia pantas  "iri" dengan Singapura yang tidak memiliki sumur minyak, namun memiliki kilang-kilang besar yang besar. Bahkan bangsa Indonesia harus membeli minyak dari kilang Singapura dan terus-menerus bergantung kepada "pasokan" BBM dari negeri jiran itu. Ini memang menyedihkan.

Pemerintah baru-baru ini mengatkan akan membangun kilang baru di Bontang, Kalimantan Timur yang saat ini masih dalam proses. Kita berharap agar segera direalisasikan dan tidak ditunda-tunda lagi oleh kendala teknis.

Beberapa perusahaan swasta juga sudah mengatakan niatnya untuk membangun kilang minyak, seperti NIORDC dari Iran, Kuwait Petroleum Company, Saudi Aramco dan lainnya, namun kandas karena masalah politik. Sementara kerjasama dengan Kuwait dan Saudi Aramco terganjal masalah insentif terkait rencana membangun kilang dengan kapasitas masing-masing 300.000 barel per hari di Jawa Barat dan Jawa Timur. Pemerintah perlu mencari terbosan untuk secepatnya merealisasikan proyek-proyek kilang baru tersebut.

Disamping itu, di sisi hulu, perlu digalakkan lagi investasi untuk explorasi mencari cadangan migas baru. Tanpa penemuan cadangan baru, cadangan yang ada saat ini sebesar 3,7 miliar barel minyak akan habis dalam 12 tahun. Kita berharap siapapun yang menjadi Presiden kelak akan secara serius memperhatikan masalah ketahanan energi tersebut.

Tuesday 10 June 2014

Pertamina & Penyelundupan Minyak oleh Kapal MT Jelita Bangsa

Sebuah peristiwa menarik dan mengejutkan menyita perhatian publik selain acara debat publik pasangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Seperti yang dilaporkan berita-berita online dalam dua hari belakangan, petugas Direktorat Jenderal Ba dan Cukai Tanjung Karimun menangkap kapal tanker pengangkut minyak mentah yang disewa Pertamina, MT Jelita Bangsa.

Kabarnya MT Jelia Bangsa disewa Pertamina untuk mengangku minyak hasil produksi sumur milik Chevron Dumai di kilang Balongan, Jawa Barat.

Menurut laporan detik.com, MT Jelita Bangsa tersebut mengangkut kargo berisi 402.955 barel minyak mentah jenis Duri Cruder eks Chevron, dan berangkat dari pelabuhan Dumai pada 2 Juni 2014 sekitar pukul 09.00 WIB tujuan Kilang Balongan, Jawa Barat. Kapal ditangkap aparat Bea Cukai di perairan sebelah utara Pulau Karimun Kecil pada 3 Juni 2014 dini hari.

Seharusnya kapal MT Jelita Bangsa tersebut mengirimkan minyak mentah ke kilang Pertamina di Balongan, Jawa Barat. Namun ternyata kapal tersebut malah dikirim ke sebuah kapal bernama MT Ocean Maju.

MT Jelita Bangsa merupakan kapal dengan panjang 232 meter yang disewa oleh Pertamina. Kapal ini dimiliki oleh PT Trada Maritim Tbk (TRAM). Sementara untuk MT Ocean Maju, menurut Ditjen Bea dan Cukai, tidak terdaftar.

Diperkirakan potensi kerugian dari minyak yang diselundupkan MT Jelita Bangsa mencapai Rp 450 miliar dan bukan tidak mungkin akan berpengaruh pada berkurangnya pasokan bahan baku BBM dalam negeri.

Menurut laporan di media, sejumlah orang yang telah ditahan, yaitu nakhoda dan mualim MT Jelita Bangsa, serta nakhoda dan bungker clark MT Ocean Maju. Mereka ditahan untuk keperluan investigasi.

Apa yang dipetik dari peristiwa ini? Pertama, penyelundupan masih terjadi, tidak hanya dengan skala kecil, tapi juga skala besar. Seperti yang sering dilaporkan di media, ada ratusan pelabuhan kecil di Sumatera dan Kalimantan yang dijadikan jalur penyeludupan minyak dan barang-barang ilegal lainnya. Namun, penyelundapan MT Jelita Bangsa ini mengherankan karena dalam skala yang besar. Peristiwa ini tentu merupakan pukulan telak bagi Pertamina dan juga pemerintah karena lagi-lagi memperlihatkan carut-marutnya ekspor-impor minyak di tanah air.

Kedua, pemerintah perlu melakukan investigasi menyeluruh untuk mengetahu lebih jauh apa yang terjadi dan siapa saja yang terlibat. Investigasi menyeluruh juga diperlukan untuk mengetahui modus dari penyelundupan ini, jangan-jangan sudah lama terjadi. Invsetigasi menyeluruh juga diperlukan untuk mengetahui apakah ada unsur keterlibatan orang dalam Pertamina dan kapal penyewa tanker. Biasanya, sebuah kapal hanya akan mengangkut barang sesuai order dan tentu jalurnya sudah diketahui oleh manajemen tingkat atas. Tidak mungkin atau hampir mustahil sebuah kapal tiba-tiba divert, dan berubah jalur. Hampir sulit bagi seorang kaptel kapal membelokkan kapal itu ke tempat lain. Tentu ia membawa kapal tanker tersebut sesuai dengan tugas yang diberikan.

Banyak pertanyaan dari publik menyusul terjadinya penangkapan ini. Boleh jadi penyelundupan terjadi akibat lemahnya pengawasan. Bisa juga memang sudah direncanakan. Dan publik juga sudah mendengar bahwa penyelundupan seperti pernah terjadi di masa-masa lalu. Mengherankan bahwa penyelundupan seperti ini masih terjadi. Lalu siapa yang bersalah dan disalahkan. Apakah Pertamina sebagai pihak yang menyewa kapal atau si pemilik kapal? Apakah pemilik kapal mengambil inisiatif sendiri untuk mengalihkan minyak mentah tersebut tanpa sepengetahuan Pertamina? Ataukah pihak pemilik kapal hanya menerima order dari Pertamina atau pihak-pihak tertentu atau oknum-oknum yang menyalahgunakan kekuasaannya?

Seorang pembaca bahkan menulis di surat pembaca, mendesak pemerintah untuk menyelidiki dugaan keterlibatan aparat (oknum TNI Angkatan laut) yang berkongkalikong dengan pemilik kapal dalam menyelundupkan minyak.

Seharusnya, tidak sulit bagi pemerintah untuk menangkap otak dibalik tertangkapnya kapal ini. Tidak mungkin seorang nahkoda kapal berani mengalihkan muatan ke tempat lain karena semua jadwal dan tujuan pelayaran sudah ditentukan perusahaan. Kapal tanker itu kan bukan angkot yang kadang ID sopirnya tidak jelas. Kapal tanker berbeda, semuanya sudah diatur dan dijadwal sebelum pemberangkatan. Karena itu, tidak sulit bagi pemerintah untuk menelusuri penanggungjawab dari penyelundupan ini.

Kasus ini, lagi-lagi menjadi pukulan berat bagi Pertamina disaat Pertamina sedang meningkatkan reputasinya. Kasus penyelundupan ini, terlepas siapa yang salah, membuat publik semakin ragu dengan good corporate governance Pertamina. Pemerintah mengatakan tidak rugi dalam kasus ini, namun, yang rugi adalah Pertamina, walaupun telah dibantah oleh Pertamina.

Kita tidak bisa membayangkan bila perdagangan LNG di Indonesia juga dikuasai atau dimonopoli oleh satu pihak. Kita tidak bisa membayangkan bila kargo LNG dari Kaltim, dari Sumatera atau dari Papua tiba-tiba atau secara sengaja dibelokkan ke tempat lain oleh pihak-pihak atau oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Mereka yang terlibat dalam penyelundupan tentulah mereka yang punya kuasa dan jaringan dalam pemerintahan dan dalam hal bisnis impor dan ekspor minyak. Kita berharap pemerintah segera mengambil langkah dan menindak pihak-pihak yang menyelundup. Perlu diberi semacam efek jera bagi pelaku penyelundupan karena pada akhirnya penyelundupan akan merugikan negara dan masyarakat.