Tuesday 29 October 2013

Pemerintah Indonesia Siapkan Peraturan Perpanjangan Kontrak Blok Migas


Seorang pejabat senior Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Republik Indonesia, mengatakan saat ini pemerintah sedang menyiapkan Peraturan tentang Perpanjangan Kontrak blok-blok minyak dan gas bumi (migas). Pernyataan tersebut muncul saat pemerintah sedang melakukan evaluasi blok-blok migas yang kontraknya akan berakhir dalam  jangka waktu beberapa tahun kedepan. Mengapa peraturan tersebut penting?
 
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Hendra Fadly, di Jakarta Kamis (24/10) mengatakan Kementerian ESDM sedang menyiapkan aturan tentang kontrak- kontrak yang akan berakhir. "Mudah-mudahan bisa selesai secepatnya," ungkapnya kepada media.
 
Peraturan tersebut penting mengingat selama ini belum ada ketentuan yang jelas mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan bila kontrak sebuah blok migas akan berakhir. Belum ada ketentuan yang mengatur masalah transisi, bila ada perubahan skema pengembangan blok pasca kontrak berakhir. Belum ada ketentuan yang jelas yang mengatur perubahan split atau kepemilikan bila kontrak blok migas diperpanjang.

Akibatnya, setiap blok migas yang kontraknya akan berakhir selalu mengundang polemik yang tiada ujung karena masing-masing pihak menonjolkan kepentingannya sendiri-sendiri, bukan kepentingan negara dan bangsa. Ketidakjelasan ini hanya membuka ruang bagi bagi kelompok-kelompok masyarakat untuk memperjuangkan kepentingan kelompoknhya, ketimbang kepentingan negara. Bahkan ada kelompok-kelompok kepentingan tertentu yang kelewat baas dengan mengancam merdeka bila keinginannya tidak ditanggapi oleh pemerintah.

Tentu sah-sah saja masukan-masukan yang disampaikan oleh masyarakat, namun, tentu pemerintah harus punya pertimbangan-pertimbangan serta prioritas-prioritas tersendiri dalam membuat keputusan mengenai nasib sebuah blok migas yang akan berakhir. Pertimbangan-pertimbangan utama tentu kepentingan negara dan bangsa, jaminan kelanjutan produksi, risiko yang bakal dihadapi, komitmen investasi kedepan dan apakah produksi migas pasca kontrak berakhir akan memberi manfaat lebih pada negara atau tidak. Pertimbangan-pertimbangan tersebut harus dinyatakan dengan jelas di dalam peraturan tersebut. Misalnya, split mungkin akan berubah bila kontrak diperpanjang untuk memastikan kontribusi ke negara menjadi lebih besar. Sebuah masa transisi perlu ditentukan dengan jelas untuk jangka waktu tertentu bila terjadi perubahan operator. 

Dari dulu memang ada kecenderungan pemerintah untuk memperpanjang pengelolaan sebuah blok. Pada era Undang-Undang Migas No 8/1971, Pertamina cenderung memperpanjang kontrak.  Sebagai contoh tahun 1997, Pertamina yang saat itu menjadi pelaku usaha sekaligus pengatur industri hulu migas, memperpanjang kontrak Blok Mahakam, tidak diambil oleh Pertamina saat itu untuk dikelola sendiri. Keputusan tersebut dapat dipahami karena saat itu pemerintah dan Pertamina tak ingin mengambil risiko dengan mengambil alih karena sekitar 25-30 persen produksi gas dan 8 persen produksi minyak berasal dari Blok Mahakam. Pertimbangan risiko ini juga tampaknya akan menjadi salah satu pertimbangan Pemerintah dalam membuat keputusan terkait Blok Mahakam atau blok-blok migas lainnya yang kontraknya akan berakhir.

Apa jadinya bila produksi malah terganggu atau menurun bila operator sebuah blok migas diganti ? Padahal pemerintah diberi mandat oleh Undang-Undang dan rakyat melalui wakil-wakil di parlemen untuk mencapai target produksi atau lifting migas setiap tahun. Patokannya adalah produksi dan lifting migas setiap tahun.

Beberapa blok migas yang kontraknya akan berakhir dalam waktu dekat adalah blok Siak dengan operator Chevron Pacific Indonesia (27 November 2013), blok Gebang dengan operator JOB Pertamina-Costa (2015), blok Mahakam dengan operator Total E&P Indonesia (Maret 2017), Offshore North West Java (2017), dan blok Tuban (2018).

Blok-blok yang akan berakhir dalam waktu hingga 10 tahun kedepan antara lain, blok Bula dikelola oleh Kalrez Petroleum, Seram Non Bula (Citic), Pendopo dan Raja (Pertamina-Golden Spike) dan Jambi Merang yang akan berakhir pada 2019. Pada tahun yang sama kontrak South Jambi B, Malacca Strait, Brantas, Salawati, Kepala Burung Blok A, Sengkang dan Makassar Strait Offshore Area A juga akan berakhir. 

Rencana pemerintah untuk membuat peraturan mengenai perpanjangan blok-blok migas penting. Peraturan yg jelas dibutuhkan sehingga ada pegangan bagi operator maupun pemerintah bila kontrak berakhir. Peraturan tersebut diharapkan mengatur soal masa transisi bila terjadi peralihan operatorship atau diperpanjang. 

Peraturan tersebut sangat dinantikan karena akan menciptakan kepastian bagi pemerintah maupun operator blok-blok migas yang kontraknya akan habis. Yang terutama sebenarnya keberanian pemerintah dalam membuat keputusan apakah kontrak pengelolaan blok migas diperpanjang atau tidak atau dibuat skema baru. Dalam kasus Blok Siak, misalnya, diperlukan ketegasan pemerintah untuk membuat keputusan sehingga tidak terkatung-katung seperti saat ini sehingga produksi menurun. Demikian juga blok-blok lain, seperti Blok Mahakam. Dibutuhkan ketegasan dari pemerintah untuk membuat keputusan sehingga produksi blok tersebut tidak terganggu dan menurun saat memasuki periode kontrakberakhir akibat diulurnya waktu oleh pemerintah membuat keputusan terkait perpanjangan (atau tidak) pengelolaan blok tersebut. 

Diharapkan Peraturan pemerintah tersebut akan memberikan landasan hukum dan peta yang jelas bagi pemerintah dalam membuat keputusan sehingga kepentingan negara dan bangsa diutamakan. (*)


No comments:

Post a Comment