Wednesday 15 January 2014

Industri Migas Indonesia Dorong Pertumbuhan Industri Barang & Jasa Migas



Proses Instalasi Platform Migas
Setiap industri memiliki efek berantai [multiplier effect] yang berbeda-beda. Ada industri yang memiliki dampak multiplier effect lebih besar dibanding industri lain, tapi ada juga industri yang memiliki dampak efek berantai kecil dan tidak signifikan. Salah satu industri yang memiliki efek berantai cukup besar adalah industri minyak dan gas bumi. Bila industri ini maju dan berkembang, maka otomatis akan memberi manfaat besar bagi perekonomian bangsa, baik ekonomi nasional maupun daerah.

Multiplier effect tercermin dari majunya industri pendukung industri utama, dalam hal ini industri minyak dan gas bumi. Dampak sebaliknya dapat terjadi, bila industri minyak dan gas bumi tidak berkembang atau bahkan meredup, otomatis industri pendukung juga secara perlahan akan meredup dan akhirnya gulung tikar.

Dampak susulan dari industri migas terlihat jelas pada proyek-proyek minyak dan gas bumi. Kita ambil contoh anjungan minyak dan gas bumi lepas pantai. Efek berantainya terjadi mulai tahap awal yaitu survei geologi, eksplorasi, masuk ke tahap pengembangan hingga masa produksi atau komersialiasi. Pada fase eksplorasi, industri pendukung migas dibutuhkan, mulai dari penyuplai logistik, alat pengeboran, supply vessel, dan lain-lain. Bila perusahaan melakukan pengeboran di lepas pantai dengan membuat anjungan minyak dan gas bumi, maka akan mendorong perkembangan industri-industri pendukung, diantaranya pembuat anjungan migas (oil and gas platform), peusahaan baja, industri pipa migas, industri cat.

Bila kita kembali menelusuri proses pembuatan sebuah platform migas, kita akan melihat betapa panjang proses yang dilalui, mulai dari design engineering anjungan, fase fabrikasi,  transportasi, atau delivery, instalasi hingga platform tersebut beroperasi. Multiplier-effect terbesar terjadi saat fase fabrikasi, terutama untuk platform berukuran besar. Tenaga kerja yang dibutuhkan dapat mencapai ratusan hingga ribuan orang. Material yang dipakai bermacam-macam, mulai dari produk plat baja, pipa berukuran besar untuk jacket dan kaki/tiang anjungan, cat, dan lain-lain. Produk cat saja tidak bisa sembarangan, tapi cat yang tahan terhadap garam laut, hujan dan cuaca panas sehingga pipa-pipa anjungan tidak cepat rusak akibat korosi.

Saat ini di Indonesia sudah ada beberapa perusahaan pembuat anjungan lepas pantai. Untuk skala internasional misalnya McDermott, yang memiliki lokasi fabrikasi di Batam dan untuk pemain lokal adalah PT Gunanusa Fabricators. Saat ini muncul pemain-pemain baru atau berencana masuk ke industri pembuat anjungan migas, yaitu PT PAL dan salah satu anak usaha Bakrie Group. Gunanusa, misalnya, telah membuat belasan anjungan minyak dan gas lepas pantai yang dipakai oleh berbagai perusahaan migas yang berada di luar negeri seperti di India, Thailand dan Vietnam, serta dalam negeri. Beberapa perusahaan migas kelas dunia telah menggunakan jasa perusahaan ini untuk membuat platform, misalnya, BP untuk anjungan migas di proyek Tangguh, Papua Barat serta Total E&P Indonesie untuk anjungan lepas pantai di Kalimantan Timur.

Tidak hanya anjungan, industri lain yang berkembang menyusul berkembangnya industri minyak dan gas bumi adalah produsen pipa dan baja. Beberapa perusahaan dalam negeri yang telah turut merasakan majunya industri migas adalah PT KHI, perusahaan pembuat pipa migas yang berlokasi di Cilegon. KHI adalah anak usaha PT Krakatau Steel, sebuah badan usaha milik negara [BUMN].

Industri pendukung migas, tidak hanya berupa barang, peralatan dan produk material lainnya, tapi juga jasa. Dewasa ini banyak perusahaan jasa dan konsultan migas yang bertebaran dimana. Perusahaan-perusahaan jasa ini memberikan berbagai jasa yang dibutuhkan industri migas, misalnya well-service, maintenance, jasa engineering desain, dan sebagainya. 

Saat ini industri pendukung migas berkembang cukup pesat, terutama setelah pemerintah, melalui Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan SKK Migas (sebelumnya BPMigas), mengeluarkan peraturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Berdasarkan peraturan tersebut, perusahaan-perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia dituntut untuk memenuhi target TKDN tertentu. Peraturan local content tersebut telah turut mendongkrak pemanfaatan produk nasional di industri migas hingga di atas 50 persen. Padahal sebelumnya, katakanlah 10 tahun lalu tingkat kandungan lokal proyek-proyek migas sangat kecil. Hal ini bisa dipahami karena industri migas menuntut standar spesifikasi produk yang cukup tinggi, yang saat itu belum dapat dipenuhi ole produsen-produsen lokal. 

Namun, sejak peraturan TKDN dikeluarkan pemerintah beberapa tahun lalu, industri pendukung migas pun berkembang cukup pesat. Ini terlihat dari data yang dikeluarkan oleh SKK Migas awal bulan ini. Data yang dirilis SKK Migas menyebutkan bahwa nilai pengadaan barang dan jasa di sektor hulu migas periode Januari=November 2013 sebesar US$11.78 miliar. Nilai tingkat kandungan dalam negeri mencapai 56,42 persen atau senilai US$5,321 miliar (cost basis).

Penggunaan komponen dalam negeri untuk pengadaan jasa mencapai US$4,33 miliar, sedangkan untuk pengadaan barang mencapai US$986 juta. Nilai kontrak pengadaan barang dan jasa yang diambil perusahaan BUMN non-perbankan mencapai US$3,18 miliar pada periode 2010-November 2013. Tahun ini saja beberapa perusahaan BUMN mendapat kontrak pengadaan barang dan jasa senilai US$662 juta atau sekitar Rp6 triliun. Diantaranya, PT Pertamina, PT Rekayasa Industri, PT PAL (shipbuilder), Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) dan lainnya. 

Jelas bahwa semakin berkembang industri migas, semakin postif dampak yang terjadi bagi perekonomian nasional. Perkembangan positif tidak hanya terjadi pada industri pendukung migas, tapi juga perkembangan teknologi migas. Beroperasinya perusahaan-perusahaan migas berskala internasional di Indonesia seperti Inpex, Shell, BP, Total E&P Indonesia, CPI, ExxonMobil, ENI dan lainnya membawa dampak positif bagi kemajuan teknologi migas di Indonesia. 

Pengembangan proyek-proyek raksasa dan rumit seperti Blok Masela (Inpex), Blok Mahakam (oleh Total E&P Indonesia), Tangguh (BP) di Papua dan East Natuna nantinya oleh Pertamina dan mitranya (Exxon Mobil, PTTEP, Total) berdampak  positif bagi kemajuan teknologi migas. Proyek pengembangan lanjutan Blok Mahakam yang berlokasi di rawa-rawa (swamp area) dan lepas pantai juga membawa dampak positif bagi kemajuan industri migas di Indonesia. 

Cukup banyak pekerja dan tenaga ahli migas Indonesia yang telah bekerja di proyek-proyek yang kompleks dan rumit tersebut sehingga mereka dapat meningkatkan keahlian mereka dan memberi peluang terjadi transfer teknologi.  Mengingat industri migas adalah padat modal dan padat teknologi, maka Indonesia dapat menarik manfaat positif dari beroperasinya perusahaan migas berskala global di Indonesia. (*)

6 comments:

  1. Banyak perusahaan2 pendukung migas yg mendapatkan keuntungan dari proyek2 migas besar. Melihat potensi yg besar ini, mengapa pemerintah tdk serius mendorong perusahaan2 nasional pendukung migas agar meningkat standar produk nasional shg semakin banyak produk dlm negeri digunakan perusahaan2 migas?

    ReplyDelete
  2. Indonesia negara luas dan kaya sumber daya alam. Mengapa banyak rakyat yang masih miskin? Apa mungkin perusahaan2 asing diusir dulu dgn cara nasionalisasi spt kata2 pengamat2 itu...? lalu kita kelola sendiri SDA kita.

    ReplyDelete
  3. Saputra, penyebab kemiskinan bukan hadirnya perusahaan2 asing di Indonesia, termasuk di industri migas. Malah sebaliknya. Penyebab utama masih banyak rakyat hidup miskin krn Korupsi. Ya, Korupsi. Berapa triliun rupiah dana setiap tahun ditilep penguasa dari pusat hingga daerah? Lihat saja, 'yang mulia' Akil Mochtar, mantan ketua Mahkamah Konstitusi, posisi yang sangat diagungkan dan dihormati publik. Malah numpukin duit di rumahnya puluhan hingga miliar rupiah. Berapa sekolah yg bisa dibangun bila uang itu dipakai utk bangun puskesmas?

    ReplyDelete
  4. Perusahaan2 mendominasi industri migas Indonesia. SDA migas disedot, dikeruk setiap tahun lalu dikirim ke LN. masarakat cuma dpt remah2nya. Saatnya Indonesia kelola sendiri SDAnya.

    ReplyDelete
  5. Di era global spt sekarang tentu bukan eranya lagi membuat pagar di perbatasan. Barang dan jasa bergerak bebas. Teknologi dan informasi bergerak sangat dinamis. Siapa yg sigap dlm memanfaatkan sumber daya yang ada, informasi dan teknologi yg ada, dia akan maju, terlepas dari asal negara. Demikian juga dlm pengelolaan migas. Apalagi industri ini padat modal dan kapital. Untuk blok2 migas tertentu perusahaan2 lokal/nasional sdh bisa mengelolanya. Utk tahap tertentu perusahaan nasional bisa kelola migas di lepas pantai. Namun, utk daerah2 tertentu, kehdarian perusahaan migas dunia masih sangat dibutuhkan Indonesia. Kehadiran perusahaan dunia dalam mengembangkan migas di deepwater/laut dalam, masih sangat dibutuhkan, atau di daerah rawa2 yg kondisinya sangat rumit seperti di Blok Mahakam. Blok2 spt ini sangat berisiko, dan butuh teknologi, investasi besar dan pengalaman utk mengelola2 blok2 yg rumit. Indonesia bisa mengambil manfaat dan belajar cepat dgn perusahaan2 migas dunia dgn melakukan joint operation, joint exploration dan joint production. Tidak jaman lagi kita mengisolasi diri spt Kuba, atau Korea Utara. Chaves hanya satu di dunia. Tidak bisa kita terapkan gaya Chaves di Indonesia.

    ReplyDelete
  6. Banyak manfaat kehadiran perusahaan swasta, baik nasional maupun internasional. Salah satu tugas pemerintah adalah menciptakan lapangan kerja. Tidak berarti pemerintah membuka lowongan pegawai negeri sebanyak2nya. Tapi pemerintah dapat menciptakan iklim usaha yg kondusif, sehingga industri berkembang, perusahaan2 terus bertambah, dan ujung2nya, banyak lapangan kerja tercipta. Ini terjadi di industri migas. perusahaan2 migas, nasional dan global, menciptakan jutaan lapangan kerja. Di sektor industri, spt yg saya tulis di atas, tumbuhnya industri migas telah juga mendorong bertumbuhnya industri2 pendukung migas, spt pipa gas, perkapalan, logistik, fabrikasi anjungan migas, pengeboran dan jasa2. Dampak lanjutan atau multiplier effect proyek2 industri migas sangat besar dan sangat terasa. Jadi, orang2 yg ingin menasionalisasi industri migas dan mengusir perusahaan2 asing di Indonesia hanya bermimpi di siang bolong dan hanya urus perut sendiri.

    ReplyDelete