Tuesday 3 December 2013

Business Monitor: Industri Migas Indonesia Semakin Tidak Menentu

Dalam enam bulan terakhir, saya telah menulis secara konsisten bahwa sektor minyak dan gas Indonesia semakin tidak menentu. Ini terjadi saat produksi minyak Indonesia terus menurun dan produksi gas bumi cenderung stagnan. Sektor hukum dan politik juga tidak mendukung, dan bahkan cenderung menghambat perkembangan sektor minyak dan gas (migas). Perkembangan industri migas seperti ini tidak hanya mengancam keamanan energi (energy security) kedepan tapi juga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kini, laporan sebuah lembaga internasional ternama, Business Monitor International, memberikan laporan dan penilaian yang sama.

Menurut laporan terbaru tentang Industri Minyak dan Gas Indonesia yang diterbitkan oleh Business Monitor, penurunan produksi minyak bumi dan gas bumi yang stagnan merupakan akibat dari sepinya aktivitas eksplorasi dan pengembangan. Kondisi ini diperparah oleh semakin meningkatnya ketidakpastian hukum dan usaha akibat kampanye nasionalisasi yang disponsori oleh pihak-pihak dan kepentingan tertentu yang berujung pada perubahan kebijakan pemerintah pada sektor sumber daya alam, termasuk industri minyak dan gas bumi. 


Peluang dan kontrak-kontrak gas bumi untuk eksplor ditinjau ulang dan dikompromi untuk memenuhi kebutuhan energi dari dalam negeri. Penurunan ekspor produk minyak dan gas merupakan fenomena yang menuntut perhatian serius pemerintah.

Berikut adalah tren dan perkembangan industri minyak dan gas Indonesia yang dibahas dalam laporan BMI tersebut:

  • Business Monitor memperkirakan cadangan minyak dan gas hampir pasti bergerak turun dalam dekade mendatang: cadangan minyak diperkirakan menurun dari sekitar 4 miliar barel pada awal 2013 menjadi 3,7 miliar barel tahun 2017 dan terus menurun menjadi 3,4 miliar barel tahun 2022. Cadangan gas bumi diperkirakan akan stagnan karena penemuan cadangan baru di Kalimantan Timur mengkompensasi (offset) penurunan cadangan secara alamiah di blok-blok migas yang ada. Cadangan gas diperkirakan akan turun dari 3,07 trillion cubic meter (tcm) tahun 2013 menjadi 3,80 tcm tahun 2017 dan akan terus menurun menjadi 2,51 tcm, jika aktivitas eksplorasi dan pengeboran tidak ditingkatkan.
  • Namun demikian, potensi sumber daya yang ada di bawah permukaan tanah masih ada. Jika Indonesia mengurangi gerakan nasionalisasinya terhadap sumber daya alam, potensi bangkitnya cadangan minyak dan gas bumi bisa terjadi, didukung oleh meningkatnya aktivitas pengeboran di lepas pantai, laut dalam dan daerah yang terpencil atau frontier areas. Apalagi bila eksplorasi dan pengembangan coalbed methane dan shale gas juga didorong.
  • Business Monitor memperkirakan produksi minyak dan kondensat akan meningkat dari 919.670 barel per hari (bph) tahun 2013 menjadi 926.180 bph tahun 2014 dan 932.260 bph tahun 2015. Kondisi ini didukung oleh beberapa proyek yang akan mulai berproduksi seperti Blok Cepu. Untuk horison waktu yang lebih lama, produksi minyak dan kondensat akan menurun menjadi 884.840 bpd tahun 2017 dan anjlok ke 808.280 bph tahun 2022. Business Monitor juga tidak melihat terjadi perubahan di sektor hilir. Kapasitas refining diperkirakan akan stagnan pada level 1,22 juta bpdtahun 2015. Total produk minyak hasil proses di kilang minyak diperkirakan akan meningkat pada awalnya yaitu 981.840 bpd tahun 2012 menjadi hanya 996.600 tahun 2016, sebagai dampak dari modfikasi dan modernisasi kilang Cilacap.
  • Sebagai akibat dari masalah pada sisi produksi, Business Monitor memperkirakan roduksi gas menurun menjadi 71,3 miliar cubic meter (bcm) tahun 2012. Beberapa proyek gas diperkirakan akan mulai masuk tahap komersialisasi dalam lime tahun mendatang sehingga akan menaikkan produksi gas bumi menjadi 77.0 bcm tahun 2017. Berproduksinya proyek-proyek baru mengkompensasi penurunan pada lapangan gas bumi lainnya. Karena itu, Business Monitor memperkirakan produksi gas akan stagnan di level 76,7 bcm tahun 2022.
  • Risiko yang terkait peraturan dan hukum masih dan akan terus menjadi ancaman bagi industir ini ditambah lagi dengan kebijakan publik yang tidak pasti sehingga membuat prospek industri migas dalam 10 tahun kedepan buram. Padahal, konsumsi migas dalam negeri terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi. Konsumsi gas bumi mencapai sekitar 39,1 bcm tahun 2012 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 48 bcm tahun 2017 dan 55,7 bcm tahun 2022.
Business Monitor merupakan lembaga independen yang menyediakan data, analisas, ratings, pemeringkatan dan memberikan prediksi dengan luas cakupan mencapai 195 negara dan 24 sektor industri. (*)

Oleh Rachmat Dharmawan, peneliti di sebuah lembaga swasta, mantan eksekutif perusahaan minyak dan gas 

No comments:

Post a Comment