Thursday 19 December 2013

Mengapa Pertamina Menolak Penghapusan BBM Subsidi di Jakarta?



Sebuah anjungan migas lepas pantai
Beberapa waktu lalu, pemerintah DKI Jakarta membuat pernyataan dan usulan yang mengejutkan. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal Ahok mengumumkan rencana pemerintah DKI untuk menghapus bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk wilayah DKI Jakarta. Pernyataan tersebut memancing tanggapan yang bervariasi dari publik. Ada yang menyetujui dan mendukung rencana Pemda DKI tersebut, tapi ada juga yang menolak dengan alasan tidak efektif. 

Yang jelas, bila subsidi BBM di Jakarta dihapus, bakal mengurangi beban biaya subsidi BBM yang nilainya triliunan rupiah setiap tahun. Bila dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan, dampaknya bakal dirasakan oleh masyarakat. Pertanyaannya, mengapa perusahaan minyak dan gas bumi nasional PT Pertamina, justru yang paling getol menolak rencana Pemda DKI tersebut? Bukankah rencana tersebut akan menguntungkan pemerintah dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan?

Juru bicara Pertamina Ali Mundakir mengungkapkan pengahpusan BBM subsidi hanya untuk DKI Jakarta tidak akan efektif karena konsumsi BBM subsidi di Jakarta akan berpindah ke daerah lain seperti Depok, Tangerang, Bekasi dan kawasan di sekitar Jakarta.  Bila melihat alasan Jubir Pertamina tersebut, justru bagus kan? Kendaraan-kendaraan yang mau isi BBM subsidi di kota Jakarta bayar harga non-subsidi, dan yang mau beli BBM subsidi, silahkan beli di luar DKI. 

Dampaknya akan sangat positif. Dari sisi pemerintah pusat, biaya subsidi triliunan rupiah setiap tahun dapat digunakan untuk keperluan lain. Kedua, seperti yang diucapkan oleh wakil gubernur DKI, Basuki Purnama, akan berdampak pada pengurangan kendaraan di Jakarta. Orang akan berhemat, dan kemungkinan akan beralih ke kendaraan umum. Bila tetap mau beli BBM subsidi, mereka akan keluar Jakarta, sehingga mengurangi jumlah kendaraan yang beredar di Jakarta.

Namun, pengurangan konsumsi BBM subsidi akan berdampak negatif pada pendapatan Pertamina. Sekitar 60-70 persen BBM subsidi tersedot di Ibu Kota. Pertamina mendapat fee sejumlah tertentu dari menjual BBM bersubsidi. Penghapusan suplai BBM subsidi di Ibu Kota, akan mengurangi pendapatan perusahaan migas nasional tersebut.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta rupanya tidak main-main dan serius menghapus BBM subsidi di Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI akan berkoordinasi langsung dengan Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Rencana penghapusan BBM subsidi di Jakarta tersebut patut didukung oleh publik.

Lihat saja komentar masyarakat di berbagai media online maupun cetak. Ada yang mengatakan salut terhadap rencana pemerintah  provinsi DKI Jakarta tersebut. Menteri ESDM Jero Wacik pun, pada awalnya mengacungkan jempol dan mengatakan rencana tersebut termasuk langkah berani. Menteri Jero Wacik kemudian secara halus meralat dukungan kepada rencana pemerintah provinsi DKI Jakarta, dengan mengatakan rencana tersebut masih perlu dikaji lebih serius. Boleh jadi, Menteri ESDM tersebut sudah memperoleh bisikan dari Pertamina, bahwa pengurangan subsidi di DKI Jakarta akan mengurangi pendapatan Pertamina.

Pertamina seharusnya mendukung rencana pemerintah provinsi DKI. Bisa saja Pertamina mengusulkan dana subsidi BBM tersebut dialokasikan untuk biaya eksplorasi minyak dan gas bumi Pertamina. Karena selama ini, Pertamina tidak begitu aktif melakukan eksplorasi minyak dan gas bumi. Justru oil majors atau perusahaan-perusahaan migas dunia yang mau mengambil risiko berinvestasi untuk eksplorasi. 

Sejauh ini, distribusi BBM atau industri migas sektor hilir memang dikuasai Pertamina. Sektor hilir memang risikonya kecil, dibanding dengan sektor hulu. Investasi untuk eksplorasi, mencari minyak dan gas bumi membutuhkan biaya besar (capital intensive) dan teknologi, terutama untuk eksplorasi di lepas pantai dan laut dalam.  Pemerintah seharusnya fokus pada upaya mendorong perusahaan migas berinvestasi untuk eksplorasi, bukan sibuk dan habiskan waktu dan energi untuk mengatasi isu-isu distribusi BBM bersubsidi. 

Tugas pemerintah seharusnya fokus pada isu-isu penting seperti menciptakan iklim usaha yang kondusif agar semakin banyak investor migas berinvestasi di Indonesia, agar suplai minyak dan gas terjamin. Tidak kalah penting adalah menghilangkan faktor-faktor ketidakpastian, termasuk ketidakpastian blok-blok migas yang akan segera berakhir. Cukup banyak perusahaan migas yang sekarang khawatir dan nasibnya 'digantung' oleh pemerintah karena belum membuat keputusan terkait blok-blok yang kontraknya segera berakhir. Salah satunya, kontrak blok Mahakam yang akan berakhir tahun 2017. Seharusnya pemerintah segera membuat keputusan, karena bila ditunda terus akan berpengaruh pada rencana invetasi operator blok tersebut, yakni Total E&P Indonesie. (*)
(*)

No comments:

Post a Comment