Achmad Hafisz Tohir |
Pernyataan bodoh kembali datang dari anggota parlemen kita. Komisi
VI DPR mendukung PT Pertamina (Persero) mengambil alih hingga 100 persen
pengelolaan Blok Mahakam sebagai salah satu upaya memenuhi kebutuhan energi
nasional.
"Secara politis, Komisi VI DPR mendukung sepenuhnya
Pertamina menjadi pengelola Blok Mahakam. Pengambialihan itu menjadi salah satu
solusi besar dalam memenuhi kebutuhan energi nasional," ujar Ketua Komisi
VI DPR, Achmad Hafisz Tohir.
Menurut Ahmad yang merupakan anggota DPR Fraksi PAN ini,
secara prinsip pemerintah bersama DPR sangat sejalan bagaimana pengambilalihan
Blok Mahakam tersebut dapat diselesaikan dan berlangsung mulus.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Nasril Bahar anggota DPR
Fraksi PAN, bahwa Pertamina jangan ragu mengeksekusi pengambilalihan Blok
Mahakam.
"Secara ekonomi Indonesia akan sangat diuntungkan.
Keuntungan yang diperoleh pengelola sebelumnya mencapai sekitar Rp 17 triliun
per tahun," jelasnya.
Untuk itu tambah Nasril, Blok Mahakam yang notabene milik
negara harus dikembalikan kepada anak bangsa. Menurutnya dari semua aspek,
tidak ada alasan lagi menunda pengambilalihan sumber daya migas itu.
Menanggapi hal itu, Direktur Utama Pertamina Dwi Sutjipto
mengatakan proses pengambilalihan Blok Mahakam sedang berlangsung.
Pada November 2014, studinya sudah masuk, Februari 2015
sudah memasukkan usulan kepada pemerintah, akhir April 2015 akan memasukkan
proposal.
Pertamina tambah mantan Dirut PT Semen Indonesia ini sangat
siap jika mendapat penugasan dari pemerintah mengambilalih sekaligus mengelola
Blok Mahakam.
Pertamina menyatakan bahwa dari sisi pendanaan sama sekali
tidak ada kendala.
Sama halnya dengan sumber daya manusia, dari 2.000 tenaga
kerja Blok Mahakam hanya sekitar 40 orang yang merupakan warga negara asing,
selebihnya WNI.
"Seluruh karyawan WNI tersebut sudah kami minta untuk
tetap bertahan. Remunerasinya akan dijaga agar tidak keluar dari Blok Mahakam.
Pertemuan dengan Serikat Pekerja juga segera kami gelar, " jelasnya.
Pernyataan anggota DPR tersebut bisa berakibat buruk. Karena
secara politis, hal itu apabila benar dilakukan bisa membuat Indonesia dicap
sebagai anti asing, padahal iklim investasi sedang subur-suburnya. Secara
teknis pun, hal tersebut akan berdampak buruk pada produksi yang akan mandek.
No comments:
Post a Comment