Petral |
Akhirnya setelah sempat dirumorkan bahwa Pertamina Energy
Trading Limited (Petral) akan dibubarkan, kini muncul berita baru perihal nasib
anak perusahaan Pertamina tersebut. Tim Reformasi Tata Kelola Migas mengatakan
bahwa mereka sedang menimbang tiga opsi menyoal keberadaan entitas bisnis PT
Pertamina (Persero) di sektor pengadaan minyak impor yakni Petral. Dimana
ketiga opsi tersebut meliputi pemindahan Petral ke Jakarta; tetap
mempertahankan keberadaannya di luar negeri yakni Hongkong dan Singapura; dan yang
terakhir perihal wacana pembubaran perusahaan.
"Tapi target saya pribadi, Petral harus pindah ke
Jakarta. Pembicaran ini sudah mengerucut ke opsi itu dan akan direkomendasikan
ke Pak Sudirman dalam waktu dekat," ujar anggota Tim Reformasi Tata Kelola
Migas, Djoko Siswanto.
Menurut Djoko, opsi pemindahan Petral ke Jakarta dimaksudkan
untuk menyibak kegiatan bisnis pengadaan minyak impor yang dilakukan oleh anak
usahanya yakni Pertamina Energy Service (PES) di Singapura. Selain itu, Tim memprediksikan
bahwa Petral memperoleh diskon lebih dari 1,58 persen dari pembelian minyak
berkadar oktan 92 atau tak sesuai dengan data yang dilaporkan manajemen dan
dinilai merugikan negara.
Padahal, formulasi pembelian minyak berkadar oktan 92 dari
Singapura oleh PES menggunakan formulasi 103,37 persen harga MOPS (Mean of
Platts Singapore) ditambah juga dengan biaya pengolahan, distribusi, serta
margin Pertamina yang diklasifikasikan kedalam komponen biaya Alfa.
Lebih jauh lagi, dengan besarnya perputaran transaksi uang
yang diprediksi mencapai Rp 700 triliun per tahun Petral optimis akan
memperoleh keuntungan triliun Rupiah dan menjadi sumber pendapatan pajak bagi
Singapura dan Hongkong.
"Kalau dipindah ke Jakarta khan, pajak Petral bisa
masuk ke Indonesia. Kalau tetap di Singapura dan Hongkong ya larinya pajak
bakal kedua negara tadi. Jadi kita rugi dua kali kalau Petral tetap
disana," ujar Djoko.
Komisaris Pertamina, Susilo Siswoutomo tidak mempermasalahkan
wacana pemindahan Petral ke Jakarta hingga opsi pembubaran perusahaan. Walau demikian,
Susilo mengingatkan agar rekomendasi yang nantinya akan diputuskan Pemerintah
juga harus mempertimbangkan aspek kepastian pasokan bahan bakar minyak (BBM) ke
Indonesia.
"Salah satunya dengan opsi pembelian minyak langsung. Kalau
tidak ada jaminan, dari mana kita bisa memenuhi kebutuhan BBM nantinya," ujar
Susilo.
Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, pada laporan
keuangannya pada 2013 kemarin Petral membukukan pendapatan usaha sebesar US$
33,35 miliar. Dari perolehan tersebut, laba usaha perseroan diketahui mencapai
US$ 45 juta. Adapun setelah pengurangan pajak dan sejumlah biaya, laba bersih
Petral berada di angka US$ 43 juta.
Sebaiknya memang Petral dibubarkan saja. Untuk mengawasi
korupsi di perusahaan dalam negeri saja sulit, apalagi untuk mengawasi yang
berada di luar Indonesia. Sudah bukan rahasia pula bahwa Pertamina dan anak
perusahaannya penuh dengan mafia dan korupsi.
No comments:
Post a Comment