Wednesday 5 March 2014

Kawah Kamojang, Heboh Gunung Ciremai & Potensi Energi Panas Bumi Indonesia

Indonesia perlu bekerja lebih serius lagi mendorong pengembangan energi panas bumi (geothermal) dengan mengundang investor, baik lokal maupun asing. Saat ini, pengembangan energi panas bumi, terkendala oleh berbagai peraturan dan tumpang tindih lembaga yang mengawasi kawasan hutan, yang di dalamnya terdapat potensi panasbumi. 


============

Heboh soal rencana pengembangan energi panas bumi di Gunung Ciremai, Jawa Barat beberapa hari ini, mengingakan penulis saat mengunjungi kawah Kamojang, di wilayah Kabupaten Garut beberapa tahun silam. Kawah Kamojang ini berada di perbatasan Majalaya - Kabupaten Garut. Kawah ini letaknya sekitar 25 km dari kota Garut dan 35 km dari kota Bandung. Setelah menyusuri jalan berkelok-kelok, hawa sejuk di pagi hari sangat terasa, mengingat Kawah Kamojang berada di ketinggian 1,000 meter dari permukaan laut. 

Salah satu sumur di PLTP Kamojang
Kawah Kamojang kini menjadi obyek wisata cukup populer tidak saja bagi wisawatan lokal tapi juga wisatawan asing. Dari Kawah Kamojang inilah sebenarnya awal dari pengembangan energi panas bumi di Indonesia. Sebelum memasuki kawasan kawah Kamojang, kita akan melewati Pembangkit Listrik Panas Bumi milik Pertamina Geothermal Energi (PGE) serta milik PT Indonesia Power.  Sebelum berkunjung ke Kamojang, saya memang sudah membaca beberapa literatur
tentang Kamojang dan energi panas bumi.

Kawah Kereta Api, Kawah Kamojang
PLTP ini tampak asri dengan lingkungan sekitarnya. Sesekali asap putih keluar dari pembangkit listrik. Asap itu sebenarnya merupakan uap, sama seperti ketika kita memasak air. Jalan menuju ke Kamojang sudah cukup baik karena sudah beraspal. Namun, setelah melewati PLTP Kamojang, kita akan melewati jalan bebatuan. Namun, kita bisa menikmati udara segar serta kicauan burung-burung di pagi hari.  

Sebelum memasuki kawah Kamojang, kami ditahan oleh petugas penjaga kawasan hutang lindung Kamojang. Petugas menanyai kami tujuan kesana untuk apa? Setelah kami mengatakan, bahwa kami hanya turis biasa untuk melihat keindahan kawah kamojang, kami kemudian dipersilahkan masuk. Petugas tersebut mengatakan bila kesana untuk tujuan penelitian atau riset atau tujuan komersial harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Departemen Kehuatan. 

Ada suasana mistik saat memasuki kawasan Kamojang. Konon, warga lokal memiliki legenda sendiri tentang kawasan ini. Di sini katanya ada penunggunya, membuat bulu kuduk berdiri. Namun, dalam hati saya bersyukur dapat melihat keindahan alam kawasan Kawah Kamojang ini. Di dalam kawasan ini ada sebuah danau kecil, yang terus menerus beruap. Airnya memang terasa hangat atau suam-suam kuku, sehingga terus beruap atau berasap. 

Tak jauh dari danau kecil itu, kita akan melihat sebuah bekas sumur yang dibor pada zaman pemerintahan Belanda, yang disebut kawah kereta, karena sesakili bergemuruh, sehingga mengeluarkan suara seperti peluit kereta api, dengan kedalaman kurang dari 100 meter. Sumur ini sudah tidak aktif lagi. Tapi sumur ini membuktikan bahwa pengembangan energi panas bumi di Indonesia sebetulnya sudah ada atau sudah dimulai sejak sebelum Indonesia merdeka, yaitu tahun 1926. Komersialisasi panas bumi baru dimulai tahun 1970-1980-an. 

Sebenarnya, ada perasaan khawatir ketika melewati PLTP Kamojang, tapi perasaan khawatir itu, hilang ketika melihat anak-anak sekeloah berjalan dengan santainya di jalan menuju sekolah. Pipa-pipa itu terbentang sepanjang jalan, di bawah pohon-pohon cemara, membawa uap panas bumi dari sumur-sumur panas bumi menuju PLTP. Uap-uap itu kemudian diproses untuk menggerakkan pembangkit listrik. 

Bila kita menaruh tangan di pipa tersebut, akan terasa hangat, tetapi dianjurkan untuk tidak melakukannya. Saat kami melewati jalan, beberapa petugas PGE sedang melakukan pengecekan. Uap air itu, sempat menyentuh mukanya, dan dia terlihat biasa saja. Kami menghentikan mobil sebentar dan menyapa pekerja tersebut. “Sedang apa pak?” ujar saya. “Sedang melakukan kontrol rutin saja,” ujarnya.

PLTP Kamojang merupakan PLTP Pertama di Indonesia. Selain PLTP Kamojang, Indonesia sebenarnya sudah memiliki beberapa pembangkit listrik panas bumi, antara lain yang dikembangkan dan dioperasikan oleh PT Chevron Geothermal Indonesia. Rupanya, Chevron tidak saja menjadi produsen minyak mentah terbesar di Indonesia, tapi juga pengembang energi panas bumi terbesar di Indonesia, bahkan lebih besar dari PLTP milik anak usaha Pertamina, Pertamina Geothermal Energi (PGE). Chevron saat ini mengembangkan panas bumi PLTP Darajat dan PLTP Salak. Kedua PLTP ini – Darajat dan Salak menyuplai energi terbarukan sebesar 630 megawatt (MW).

Pengembang energi panas bumi berkepentingan agar kawasan hutan tetap terjaga, karena agar panas bumi tetap mengeluarkan uap, memerlukan kelembaban dan tetesan air hujan. Secara sederhana, ibarat batu panas terkena air, maka batu akan mengeluarkan uap atau asap. Demikian juga panas bumi, sepanjang kelembawan bawah tanah terjaga, kondisi uap panas bumi akan terjaga, dan sepanjang itu energi panas bumi tersebut akan terus menghasilkan uap dan tak akan habis. Karena itu, energi panas bumi masuk kategori energi terbarukan (renewable energy) dan ramah terhadap lingkungan.

Indonesia patut bersyukur. Letaknya yang berada di cincin api (ring of fire) yang membuat Indonesia memiliki gunung api terbanyak di Indonesia, kondisi itu juga membawa manfaat. Indonesia memiliki potensi energi panas bumi terbesar di dunia dengan potensi energi mencapai 27,000 MW atau 27 Gigawatt. Namun, hingga saat ini, pemanfaatan energi panas bumi masih di bawah 5 persen. Artinya, potensi pemanfaat panas bumi masih sangat besar.

Karena itu, Indonesia perlu bekerja lebih serius lagi mendorong pengembangan energi panas bumi dengan mengundang investor, baik lokal maupun asing. Saat ini, pengembangan energi panas bumi, terkendala oleh berbagai peraturan dan tumpang tindih lembaga yang mengawasi kawasan hutan, yang di dalamnya terdapat potensi panasbumi. 

Heboh Gunung Ciremai dijual ke beberapa hari ini menggambarkan bahwa masyarakat kita masih terbawa berita-berita sensasi yang tidak jelas asalnya. Apalagi, sebagian masyarakat menganggap Gunung Ciremai sebagai gunung Keramat. Justru karena keramat, maka Gunung tersebut, sama seperti gunung atau pegunungan lainnya tetap perlu dijaga.

Yang jelas, pemerintah telah melakukan tender pengembangan potensi panas bumi di Gunung Ciremai yang dimenangkan oleh anak perusahaan Chevron. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) memastikan bahwa pengembangan proyek panas bumi yang terjadi saat ini tidak ada yang merusak lingkungan. 

Apa pesan dari kasus energi panas bumi Ciremai? Pertama, bahwa masih ada salah persepsi di masyarakat terkait energi panas bumi. Energi panas bumi termasuk energi yang ramah lingkungan, jauh lebih clean dibanding dengan energi fosil. Karena itu, diperlukan sosialisasi lebih baik lagi kepada masyarakat. Kedua, Indonesia perlu mendorong pengembangan energi panas bumi lagi, karena saat ini pemanfaatanya belum sampai 5%. Termasuk mengundang investor lokal dan asing. Kehadiran investor sangat dibutuhkan. 

Ketiga, pemerintah perlu mendukung pengembangan energi panas bumi dengan mengeluarkan dan membuat peraturan yang kondusif. Bila ada tumpang tindih, segera diatasi, jangan didiamkan saja seperti yang terjadi selama ini sehingga pelaku usaha menjadi bingung. Keempat, pemerintah perlu berada di belakang pelaku usaha untuk memberikan jaminan dan rasa aman berusaha. Bila tak didukung pemerintah, maka investor akan ragu-ragu mengembangkan energi panas bumi. Sama seperti sektor migas yang membutuhkan iklim investasi yang positif, demikian juga di sektor energi panas bumi.

Kepastian usaha itu penting sekali. Di industri minyak dan gas bumi, misalnya, pelaku usaha membutuhkan kepastian usaha dari pemerintah. Ada beberapa faktor yang dapat menciptakan ketidakpastian usaha, antara lain, tumpang tindih peraturan, izin yang banyak, birokrasi yang rumit, serta ketidakpastian akan nasib kontrak migas yang akan segera berakhir. Seperti kita ketahui, beberap blok migas akan berakhir kontraknya dalam beberapa tahun kedepan, termasuk Blok Mahakam. Kontrak blok Mahakam akan selesai semester pertama 2017. Saat ini, operator blok tersebut berada dalam ketidakpastian, apakah operatorship diperpanjang atau tidak, atau ada skema baru. Ketidakpastian keputusan  pemerintah, juga akhirnya mempengaruhi rencana investasi mereka saat ini. (*)

Oleh Rachmat Dharmawan
Peneliti di Sebuah Lembaga Swasta & Penulis Lepas
Jakarta, 6 Maret 2014

 

No comments:

Post a Comment