Wednesday 28 May 2014

Blok Migas Utamakan Kepentingan Bangsa Indonesia, Bukan Perusahaan



Isu kontrak blok minyak dan gas bumi yang kontraknya akan berakhir kembali menghangat. Diantaranya adalah Blok Mahakam. Kontrak Blok Mahakam yang kini dioperasikan oleh Total E& P Indonesia dan yang bermitra dengan Inpex akan berakhir Maret 2017. Disamping itu, masih ada beberapa blok migas lagi yang kontraknya akan berakhir dalam 5 tahun kedepan. Saat ini, perusahaan-perusahaan migas tersebut atau operator blok-blok migas tersebut sedang menanti keputusan pemerintah mengenai kelanjutan hak pengelolaan. Yang jelas, blok-blok migas tersebut berperan penting dalam menyumbang lifting migas nasional serta pendapatan negara. Tingkat produksi blok-blok tersebut berpengaruh pada tingkat produksi migas nasional, karena itu pemerintah perlu menyikapi situasi ini dan mempertimbangkan secara matang sebelum mengambil keputusan.

Keputusan hak pengelolaan penting dilakukan untuk memberi kepastian kepada operator. Menurut peraturan yang ada, operator blok migas dapat mengajukan perpanjangan paling cepat 10 tahun sebelum kontrak berakhir. Idealnya, keputusan perpanjangan (atau tidak perpanjangan) operatorship sebuah blok dilakukan 5 tahun sebelum kontrak berakhir. 

Blok-blok yang kontraknya berakhir tersebut menyumbung produksi migas nasional secara signifikan. Sekitar 30 persen produksi nasional saat ini atau 635.000 boepd berasal dari 20 perusahaan migas dengan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract/PSC) yang akan habis dalam lima tahun. Selain itu, sekitar 61 persen dari produksi nasional saat ini (1,2 juta boepd) berasal dari perusahaan-perusahaan dengan PSC yang akan habis dalam sepuluh tahun.

Karena itu, keputusan yang akan dilakukan pemerintah akan berdampak besar pada lifting migas nasional. Saat ini, pemerintah sedang membuat peraturan yang akan dijadikan panduan dalam membuat keputusan apakah kontrak sebuah blok migas diperpanjang atau tidak.

Apapun itu, sangatlah penting untuk membuat regulasi yang jelas dan transparan mengenai perpanjangan kontrak). Kita berharap regulasi tersebut dapat diselesaikan sehingga pemerintah dapat segera membuat keputusan yang terbaik bagi bangsa negara, keputusan yang mentuntungkan bangsa, bukan menguntungkan satu perusahaan (BUMN) saja. Seperti yang kita ketahui, industri migas menyumbang 30 persen pendapatan ke APBN setiap tahun, karena itu pemerintah perlu memberi perhatian pada industri migas.

Salah satu blok yang kontraknya berakhir adalah Blok Mahakam. Blok ini, walaupun sudah uzur, masih tetap diandalkan pemerintah karena menyumbang 80 persen kebutuhan gas fasilitas produksi gas di Bontang. Sebagian produksi dari blok ini juga telah dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, termasuk PLN melalui FSRU West Java, yang kemudian disalurkan ke PLN.

Pertanyaannya apakah kontrak Blok Mahakam diperpanjang? Tidak diperpanjang? Atau pemerintah akan membuat skema baru, skema semacam joint-operation yang melibatkan operator lama dan pemain baru? Saat ini pemerintah belum membuat keputusan. Tampaknya pemerintah SBY belum akan membuat keputusan karena khawatir dituduh memiliki kepentingan tersendiri dan mengambil manfaat dari sempitnya waktu jelang masa jabatannya berakhir. Karena itu, tampaknya pemerintah baru nanti yang akan membuat keputusan.

Itu berarti keputusan akan berada di tangan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla atau Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Sayangnya, kedua pasangan itu belum menunjukkan arah yang jelas. Namun, apapun keputusannya, yang paling penting keputusan tersebut mengutamakan dan mengedepankan kepentingan nasional, bukan kepentingan individu, perusahaan atau hanya sekadar mengikuti desakan sekelompok LSM yang mencoba mengambil untung dari isu ini.

Baik Joko Widodo maupun Prabowo tampaknya belum punya sikap yang  tegas terkait masa depan Blok Mahakam. Namun, indikasi positif keluar dari salah satu pasangan Capres (Jokowi) bahwa pemerintah Indonesia menghargai sebuah kontrak. Ini penting, bahwa semuanya harus diatur berdasarkan kontrak. Disisi lain, konstitusi mengatur kekayaan alam mesti digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Ini harus diinterpretasi bahwa kekayaan negara, termasuk blok migas harus dioperasikan dan dikembangkan untuk kemaslahatan bangsa, kemaslahtan masyarakat, bukan untuk memenuhi kepentingan sebuah perusahaan semata. Itu berarti kepentingan bangsa dan negara harus diutamakan. Konsekuensinya, kita tidak persoalkan siapa yang mengelola Blok Mahakam kelak.

Yang paling utama adalah operator tersebut dapat mengoptimalkan produksi blok Mahakam sehingga memberi manfaat dan kontribusi sebesar-besarnya bagi negara. Kalau Pertamina bisa menjamin bahwa perusahaan tersebut dapat mengoptimalkan produksi Blok Mahakam, maka pemerintah bisa saja memilih Pertamina sebagai operator. Namun, bila pemerintah menilai Total E&P Indonesie dapat menjamin produksi Blok Mahakam dapat dioptimalkan, ada alasan kuat bagi pemerintah untuk tetap memilih Total E&P sebagai operator. Nah, dalam situasi ini, bisa saja Pertamina masuk sebagai pemegang saham (participating interest). Suatu saat, bisa saja operator beralih ke Pertamina  setelah melalui masa transisi. Kita berharap pemerintah akan membuat keputusan yang bijak dan terbaik bagi negara. (*)

No comments:

Post a Comment